Pengadilan Negeri Binatang
Pada jaman dahulu ada seekor buaya yang bernasib sial , tertindih sebatang yang roboh dipinggir sungai. Si Buaya tidak bisa bergerak dan hampir mati karena kelaparan. Keadaan tersebut terlihat oleh seekor kerbau yang sedang lewat. Maka buaya minta tolong agar kerbau mau mengangkat batang pohon yang menindih tubuhnya dengan tanduknya. Si Kerbau yang tahu nilai2 kebinatangan lalu memenuhi permintaan sang buaya. lalu terlepaslah buaya dari himpitan pohon.
Akan tetapi, begitu bebas buaya langsung menerkam kaki buaya dan hendak memakannya. Buaya berdalih bahwa setiap binatang yang mendekat kesungai adalah makanannya tak perduli bahwa si kerbau yang baru saja menyelamatkan nyawanya.
" Ini sudah menjadi hukum alam, " kata buaya
si kerbau yang mempertahankan diri pun berteriak-teriak minta tolong. teriakan tersebut terdengar hingga keseluruh negeri binatang.
Maka para binatangpun sepakat untuk memberikan mandat pada burung merak untuk menjadi hakim dalam mslh kerbau vs buaya. Kepada burung merak kedua-duanya mengaku benar dengan tindakannya.
kerbau mengatakan , menolong sesama binatang adalah tindakan mulia maka tidak masuk akal bila kini ia mau dimangsa oleh buaya. Tapi Buaya bilang memangsa binatang yg berani mendekati sungai adalah haknya.
Hakim merakpun memerintahkan untuk melakukan reka ulang, hakim ingin melihat sejak awal perkara.
Buaya kemudian diperintahkan melepaskan gigitan pada kaki kerbau. Dan , sikerbau diperintah mengangkat dan meletakkan kembali batang pohon itu diatas tubuh buaya. " Jadi beginikah kondisi awal kasus ini ?" tanya hakim merak kepada buaya.
"Benar," jawab buaya sambil mengap-mengap hampir tak bisa bernapas.
" Kamu?" giliran kerbau yang ditanya .
"Benar," jawab kerbau sambil meringis karena kakinya berdarah-darah akibat gigitan buaya.
Hakim merak mengangguk-angguk, lalu berseru kepada seluruh penghuni negeri binatang . " Oleh karena saudara kerbau telah melalkukan sesuatu yang sepatutnya menurut hukum bersama dan berkelanjutan , dan sauada buaya telah melakukan sesuatu di luar kepatutan. Dia telah menafsirkan hukum alam menurut kepentingan pribadi, dan meninggalkan nurani hukum itu sendiri. Hal ini tidak bisa dibiarkan. Jika tidak maka tatanan hidup bersama dan berkelanjutan yang mengatur keserasian kita akan berantakan karena ulah si buaya.
Saya putuskan membiarkan buaya tetap tertindih batang kayu sampai kapan pun. itulah hukuman yang pantas baginya."
"Tunggu, hakim merak," tiba-tiba kerbau angkat bicara. "Hukuman itu terlalu berat. Sebaiknya kita selamatkan dia, lalu biarkan dia memilih hukumannya sendiri."
Suara pro-kontra terdengar riuh atas usul si kerbau segera terdengar.Persidangan riuh.
Tapi hakim mempertimbangkan dan menerima usul kerbau. Buaya itu pun diselamatkan dari tindihan batang kayu. Kemudian, dia memilih hukuman memotong lidahnya sendiri. Maka hingga sekarang buaya dikenal sebagai binatang yang buruk, berbahaya, dan tak punya lidah pula. (disadur dari cerita Ahmad Tohari) Have a positive day!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar