Seorang anak muda mengunjungi seorang ahli permata dan menyatakan maksudnya
untuk berguru. Ahli permata itu menolak pada mulanya, karena dia kuatir anak
muda itu tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk belajar. Anak muda itu
memohon dan memohon sehingga akhirnya ahli permata itu menyetujui
permintaannya. "Datanglah ke sini besok pagi." katanya.
Keesokan harinya, ahli permata itu meletakkan sebuah batu berlian di atas
tangan si anak muda dan memerintahkan untuk menggenggamnya. Ahli permata itu
meneruskan pekerjaannya dan meninggalkan anak muda itu sendirian sampai
sore.
Hari berikutnya, ahli permata itu kembali menyuruh anak muda itu menggenggam
batu yang sama dan tidak mengatakan apa pun yang lain sampai sore harinya.
Demikian juga pada hari ketiga, keempat, dan kelima.
Pada hari keenam, anak muda itu tidak tahan lagi dan bertanya, "Guru, kapan
saya akan diajarkan sesuatu?"
Gurunya berhenti sejenak dan menjawab, "Akan tiba saatnya nanti," dan
kembali meneruskan pekerjaannya.
Beberapa hari kemudian, anak muda itu mulai merasa frustrasi. Ahli permata
itu memanggilnya dan meletakkan sebuah batu ke tangan pemuda itu. Anak muda
frustrasi itu sebenarnya sudah hendak menumpahkan semua kekesalannya, tetapi
ketika batu itu diletakkan di atas tangannya, anak muda itu langsung
berkata, "Ini bukan batu yang sama!"
"Lihatlah, kamu sudah belajar," kata gurunya.
Catatan : Hidup mengajari kita secara diam-diam. Semakin kesal
kita pada hidup ini semakin jauh kita darinya. Tiada yang lebih baik kita
lakukan pada hidup ini selain menerima apa adanya.
("The Sower's Seeds", Brian Cavanaugh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar