Aku adalah seorang mahasiswa Indonesia
yang bersekolah di Universitas California. Beberapa waktu lalu, aku
pernah menulis surat yang berisi cerita cerita terima kasih kepada orang tua
ku, dan ketika aku memutuskan untuk memperlihatkannya pada dunia,
ternyata cerita inspirasi tersebut mendapatkan tanggapan yang luar biasa
dari orang-orang di Eropa, India, Singapura, Amerika, dan Indonesia.
Aku sangat bersyukur dan berterima kasih atas semua respon yang aku
dapat atas surat tersebut.
———————————————————-
30 April 2010.
Setelah penantian yang panjang dan
mendebarkan, akhirnya kelulusan itu pun diumumkan. Aku diterima di Haas
School of Business, University of California Berkeley. Hal ini sebuah
pencapaian dan kebanggaan yang luar biasa bagiku dan juga kedua orang
tuaku, pencapaian ini adalah hasil kerja keras yang telah aku lakukan
selama 2 tahun terakhir ini.
5 tahun yang lalu, tidak seorang pun,
bahkan tidak juga orang tuaku, guru-guru dan teman-temanku yang berpikir
bahwa aku dapat masuk ke dalam salah satu dari 10 sekolah bisnis
terbaik di Amerika, apalagi Berkeley Haas School of Business. Saat ini,
sekolah ini menduduki peringkat ke-2 di Amerika berdasarkan Best Colleges Specialty Rankings: Best Undergraduate Business Programs.
5 Tahun lalu, “Nilai A” hanyalah sebuah mimpi bagi anak sekolah biasa seperti aku. Sebagian besar nilai-nilaiku di sekolah adalah C, diikuti dengan B kecil, dan D. Cara belajar
ku sangat kacau. Di sekolah menengah, aku hanya menempati peringkat 186
dari 198 siswa. Yang berarti aku masuk 10% peringkat terbawah dari
seluruh sekolah.
Beruntungnya, aku punya orang tua yang
mampu menginspirasi dan mengubahku. Aku masih dapat mengingat dengan
jelas kejadian di malam itu. Waktu itu, aku pulang ke Indonesia dan
berada di kamar orang tuaku. Kedua orang tuaku duduk di tepi tempat
tidur dan aku duduk di lantai. Mereka benar-benar terlihat kecewa. Malam
itu, mereka mulai membuatku berpikir mengenai apa yang aku inginkan
bagi masa depanku. Mereka tidak memarahiku, tidak berteriak kepadaku,
dan juga tidak memukulku. Mereka hanya memperlihatkan kekecewaan atas
buruknya prestasiku di sekolah.
Bagi orang tuaku, pendidikan sangatlah
penting demi masa depan. Sebagai orang tua, mereka telah terus-menerus
memperingatkan aku untuk belajar. Tetapi, jarak telah memisahkan kami -
aku tinggal di Singapura bersama kakak-kakakku, sedangkan orang tuaku
tinggal di Indonesia untuk menjalankan bisnisnya. Hal ini tentu saja
membuat kedua orang tuaku kesulitan untuk mengawasi kami.
Dengan komunikasi yang hanya melalui
telepon dan sms, tentu sulit bagi kedua orang tuaku untuk mengetahui
apakah aku “benar-benar belajar” jika aku berkata sedang “belajar”.
Sulit bagi mereka untuk mengetahui bahwa “benar-benar tidak ada ujian”
jika aku bilang “tidak ada ujian”, dan apakah aku benar-benar “tidak
sedang main game” jika aku bersikeras berkata tidak sedang bermain game
komputer. Mereka benar-benar tidak tahu cara belajar yang aku terapkan.
Aku kembali ke kamarku dan mulai
membayangkan hidup seperti apa yang telah aku jalani. Lalu aku teringat
Jerry, kakak tertuaku yang sekitar 20 tahun lalu menderita kanker. Ia
masih sangat kecil waktu itu, usianya baru 2 tahun. Sayangnya, saat itu
kedua orang tuaku tidak berkecukupan. Maka demi kelangsungan hidup
kakakku, kedua orangtuaku menjual rumah, mobil dan segala yang mereka
miliki untuk biaya berobat Jerry. Bahkan, setelah mengusahakan segala
upaya dan telah kehilangan banyak harta benda, orang tuaku pun masih
harus menghadapi kenyataan hilangnya anak pertama mereka.
Tetapi hal itu tidak pernah membuat
kedua orang tuaku menyerah. Mereka memang pernah mengalami masa-masa
hancur dan sedih. Dan, yang menakjubkan adalah mereka mampu kembali
percaya diri, tekun, dan optimis memulai hidup baru.
Ayahku adalah seorang lulusan MBA dan
ibuku bergelar sarjana. Tetapi mereka pernah menjadi pengangguran dan
miskin. Mereka harus mau berjalan jauh untuk menjual teh botol dan
makanan kecil di pasar demi memenuhi kebutuhan hidup. Tidak lama
kemudian, mereka mulai membuka warung makan dan tetap yakin bahwa mereka akan mendapatkan masa depan yang lebih cerah.
Kini, setelah bertahun-tahun, akhirnya
mereka memiliki bisnis yang sukses dan mampu mengirim ketiga anak mereka
ke Amerika untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Jika saja saat
itu orang tuaku mengakui kekalahan mereka dan menyerah, tentunya saat
ini aku tidak akan mempunyai kesempatan untuk kuliah, atau tinggal
dibawah atap rumah yang terbuat dari batu bata, atau memiliki sebuah
mobil untuk dikendarai.
Jika saja orang tuaku menyerah, aku
pasti akan tinggal di jalan dan mencari-cari cara untuk tetap bertahan
hidup seperti pemandangan khas yang sering ditemui di jalanan kota-kota
besar di Indonesia. Pada saat kakakku Jerry meninggal, mereka hampir
tidak memiliki apapun, tidak ada uang, mobil, ataupun rumah. Tidak satu
pun! Kecuali semangat dan dorongan untuk berubah.
Ayah… ibu… jika bukan karena kalian
berdua yang mengubah hidup anakmu, mungkin aku tidak akan pernah
mempunyai kesempatan hidup berkecukupan. Sekarang, aku tidak perlu lagi
berpikir tentang makanan, bahkan orang tuaku memberikan sebuah mobil dan
menyediakan pendidikan terbaik untukku.
Inilah yang menjadi alasan mengapa
sekitar 3 tahun setelah aku berada di peringkat 10% terbawah di sekolah
menengah, aku datang ke perguruan tinggi di Amerika dengan prinsip bahwa
tidak ada hal yang mustahil. Memang,“tidak ada hal yang mustahil”
adalah kata-lata yang usang, namun jika mengingat cerita orang tuaku
yang berhasil bangkit setelah keterpurukan, maka kata-kata itu bisa
dipercaya. Aku mulai mengubah diri dan mempunyai satu tujuan agar dapat
diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia untuk
menunjukkan rasa terima kasihku kepada orang tua.
Aku sama sekali tidak gentar walau hanya
6,8% dari pendaftar yang akan diterima menjadi anak sekolah di Haas
School of Business, dan keinginan yang luar biasa untuk sukses menjadi
salah satu faktor yang membuatku menjadi satu dari tujuh orang yang
diterima untuk setiap 100 orang pendaftar.
Dan sekarang aku ingin mendedikasikan
pengakuanku ini kepada orang tuaku. Orang tua yang paling hebat yang
telah mengubah hidupku. Aku tidak tahu akan menjadi apa jika tanpa
mereka berdua. Terima kasih Ayah. Terima kasih Ibu. Aku berhutang sangat
banyak kepada kalian dan aku tidak dapat membayangkan apakah aku mampu
untuk membalasnya.
Kepada para sahabat
yang sedang membaca MotivasiKita! , ingatlah bahwa keadaan yang
kita miliki sekarang tidaklah mencerminkan apa yang akan terjadi di masa
depan. Seperti yang terjadi pada diriku. Aku mampu menjadi salah satu
yang terbaik walaupun aku pernah berada di peringkat terbawah. Aku
yakin, semua itu membutuhkan dorongan dan ketekunan, sama seperti
seorang yatim piatu yang kukenal – yang berhasil menduduki peringkat 5%
teratas dari kelasnya, padahal ia tidak memiliki meja atau kursi, atau
bahkan kebutuhan sekolah yang memadai. Ia hanya memiliki semangat yang
membara untuk mengubah masa depannya.
Berjanjilah kepada diri sendiri untuk mendapatkan masa depan yang lebih cerah!
——————————
Great Thanks for Leonhartono (leonhartono@berkeley.edu) yang telah bersedia membagi pengalamannya pada MotivasiKita .. Semoga bisa menjadi motivasi dan inspirasi bagi sahabat-sahabat semua.. ^^
Salam Hebat,
Arry Rahmawan
Peak Achievement Inspirator
Consulting and Education Services Company
arry.rahmawan@gmail.com
Peak Achievement Inspirator
Consulting and Education Services Company
arry.rahmawan@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar