PUT MEANING IN YOUR JOB
Oleh: Muk Kuang
Reaksi seperti apa yang Anda temukan dari seorang penjaga pintu tol setiap kali melintasi pintu tol dan membayar tiket? Hampir sebagian besar reaksi penjaga pintu tol berdiam diri saja sambil memberi karcis, memberikan uang kembalian, bahkan sama sekali tidak melihat wajah pengendara yang melintas.
Akan tetapi, pernah ketika melewati salah satu pintu tol, saya menemukan penjaga karcis yang sedang bertugas memberikan uang kembalian sambil tersenyum, dan sempat melontarkan sebuah kalimat yakni "Terima kasih Pak. Hati-hati di jalan." Hal yang terkesan sederhana, tapi begitu bermakna untuk saya secara pribadi. Karena selama ini ketika melintas pintu tol, saya belum pernah menemukan pelayanan yaang sedemikian ramah dan peduli dengan keselamatan pengemudi yang melintas.
Apa yang dilakukan penjaga karcis tol tersebut tentu berbeda dari kebanyakan rekannya yang lain. Rekannya yang lain hanya berdiam diri, bahkan tidak menyapa pengemudi yang melintas, tapi hal tersebut tidak dilakukan penjaga karcis tol ini. Mengapa bisa berbeda cara kerja mereka? Padahal jika penjaga karcis tol ini mau, ia tentu bisa saja mengikuti cara kerja rekannya yang lain. Ini adalah masalah PILIHAN!
Penjaga karcis tol ini memilih untuk memaknai pekerjaannya dengan positif. Banyak orang menganggap pekerjaan sebagai penjaga karcis tol adalah pekerjaan yang menjenuhkan. Setiap menit, setiap jam harus melayani ratusan pengendara mobil yang melintas. Titik jenuh mungkin saja dialami oleh penjaga karcis tol tadi, tapi ia mencoba mengatasinya dengan menjalin hubungan yang positif dengan pengemudi yang melintas. Saat itu, ia tidak sekadar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Ia bekerja tidak sekadar demi uang semata. Tapi ia bekerja karena ada sebuah makna yang ingin ia berikan kepada orang lain. Ia ingin menjadi orang yang punya pengaruh dan dampak yang positif untuk orang lain.
Ketika seseorang memberi arti terhadap pekerjaannya, maka ia akan jauh lebih bersemangat. Adakalanya manusia jenuh dan lelah dengan aktivitasnya sehari-hari, akan tetapi jika mau memaknai pekerjaannya, dan melihat bahwa apa yang dilakukannya setiap hari memiliki dampak yang luar biasa untuk orang lain, maka sebenarnya ia telah memberi nilai manfaat yang luar biasa untuk banyak orang.
Menjadi refleksi bagi kita bersama untuk lebih memaknai apa yang kita kerjakan hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Meletakkan makna dalam sebuah profesi tidak sekadar berorientasi pada diri sendiri melainkan bagaimana lewat profesi kita mampu memberi dampak yang positif kepada orang lain. Apapun profesi kita saat ini, entah itu seorang karyawan, dokter, politisi, salesman, staf admin, manager, bankir, pengusaha, public figure, pejabat negara, wakil rakyat: hendaknya mampu memberikan dampak yang positif untuk orang lain, tidak sekadar demi diri kita sendiri.
Apakah kita lebih banyak memikirkan keuntungan pribadi atau justru lebih mengutamakan melayani dan membantu orang lain?Seorang salesman yang mengerti kebutuhan pelanggan dan memberikan solusi yang terbaik lewat produk dan jasa yang dijual, tanpa memikirkan komisi atau bonus sebagai prioritas. Seorang bankir yang berusaha menjaga dana nasabahnya dengan baik, tanpa berusaha untuk memanipulasi demi kepentingan diri. Seorang wakil rakyat yang berjuang keras untuk menyalurkan aspirasi rakyat lewat kinerja nyata, tanpa lebih dulu memikirkan kesenangan pribadi.
Sebagian contoh di atas adalah bentuk perwujudan bagaimana setiap orang yang punya peran dan tanggung jawab di lingkungan di mana ia bekerja, seharusnya lebih memfokuskan kepada orang lain dan memberi nilai tambah bagi mereka. Banyak orang mungkin berpikir, "Wah, idealis sekali? Kita di dunia ini butuh makan, perlu uang, apakah mungkin kita tidak bekerja demi mencari uang atau keuntungan?"
Uang mungkin saja penting, tapi terkadang uang bukanlah segalanya! Cara yang kita lakukan untuk mencapai tujuan tentunya harus bijaksana, bukan dengan menghalalkan segala cara. Karena pada akhirnya seseorang dinilai bukan dari seberapa besar kekayaan, harta, pengalaman, atau kebesaran pangkat yang dimilikinya, melainkan nilai manfaat dan makna yang telah dibagi kepada orang banyak selama ia masih berkarya di dunia ini.
Mengutip sebuah pepatah yang mengatakan: "If you work just for money, you'll never make it. But if you love what you're doing and you always put the customer first, success will be yours." Jika Anda bekerja hanya demi uang, Anda tidak akan mendapatkannya, tapi jika Anda mencintai apa yang Anda kerjakan dan selalu meletakkan pelanggan sebagai yang utama, maka keberhasilan akan menjadi milik Anda.
Semoga kita semua mampu memberi arti positif buat sekitar kita lewat apa yang kita lakukan. Jadilah terang bukan gelap sehingga kehadiran kita di dunia ini mampu menyinari lingkungan kita.
Muk Kuang - Professional Trainer, Book Author ("Amazing Life", "Think and Act Like a Winner")
Pelajaran Menyeberang Sungai
BAGAIMANA CARA MENYEBERANGI SUNGAI?
Oleh: Andrie Wongso
Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran, pak guru memberi sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya : Anak-anak, jika suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat, di depan kita terbentang sebuah sungai kecil, walaupun tidak telalu lebar tetapi airnya sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut. Sedangkan satu-satunya jembatan yang ada untuk menyeberangi sungai, tampak di kejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat kita berdiri.
Pertanyaan saya adalah, apa yang akan kalian perbuat untuk menyeberangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? Pikirkan baik-baik, jangan sembarangan menjawab. Jawablah dengan memberi alasan kenapa kalian memilih jalan itu. Tuliskan jawaban kalian di selembar kertas. Kita akan diskusikan setelah ini.
Seisi kelas segera ramai, masing-masing anak memberi jawaban yang beragam. Setelah beberapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, pak guru segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi. Ada sekelompok anak pemberani yang menjawab: kumpulkan tenaga dan keberanian, ambil ancang-ancang dan lompat ke seberang sungai. Ada yang menjawab, kami akan langsung terjun ke sungai dan berenang sampai ke seberang.
Kelompok yang lain menjawab : Kami akan mencari sebatang tongkat panjang untuk membantu menyeberang dengan tenaga lontaran dari tongkat tersebut. Dan ada pula yang menjawab : Saya akan berlari secepatnya ke jembatan dan menyeberangi sungai, walaupun agak lama karena jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan menyeberang melalui jembatan adalah yang paling aman.
Setelah mendengar semua jawaban anak-anak, pak guru berkata, ”Bagus sekali jawaban kalian. Yang menjawab melompat ke seberang, berarti kalian mempunyai semangat berani mencoba. Yang menjawab turun ke air berarti kalian mengutamakan praktek. Yang memakai tongkat berarti kalian pintar memakai unsur dari luar untuk sampai ke tujuan. Sedangkan yang berlari ke jembatan untuk menyeberang berarti kalian lebih mengutamakan keamanan. Bapak senang kalian memiliki alasan atas jawaban itu. Semua jalan yang kalian tempuh adalah positif dan baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mau berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari gunung di kejar, pasti tujuan kalian akan tercapai. Pesan bapak, mulai dari sekarang dan sampai kapanpun, Kalian harus lebih rajin belajar dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai ke tempat tujuan”.
Jangan melarikan diri dari kesulitan
Dalam kenyataan hidup, kita semua sebagai manusia selalu mempunyai masalah atau problem yang harus di hadapi, selama kita tidak melarikan diri dari masalah, dan sadar bahwa semua masalah dan rintangan itu harus diatasi, melalui pola pikir dan cara2 yang positif serta keberanian kita menghadapi semua itu, tentu hasilnya akan maksimal. Hanya dengan action dan belajar, belajar dan action lagi. Manusia baru bisa mencapai pertumbuhan mental yang sehat dan meraih kesuksesan seperti yang di idam idamkan!
Oleh: Andrie Wongso
Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran, pak guru memberi sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya : Anak-anak, jika suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat, di depan kita terbentang sebuah sungai kecil, walaupun tidak telalu lebar tetapi airnya sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut. Sedangkan satu-satunya jembatan yang ada untuk menyeberangi sungai, tampak di kejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat kita berdiri.
Pertanyaan saya adalah, apa yang akan kalian perbuat untuk menyeberangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? Pikirkan baik-baik, jangan sembarangan menjawab. Jawablah dengan memberi alasan kenapa kalian memilih jalan itu. Tuliskan jawaban kalian di selembar kertas. Kita akan diskusikan setelah ini.
Seisi kelas segera ramai, masing-masing anak memberi jawaban yang beragam. Setelah beberapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, pak guru segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi. Ada sekelompok anak pemberani yang menjawab: kumpulkan tenaga dan keberanian, ambil ancang-ancang dan lompat ke seberang sungai. Ada yang menjawab, kami akan langsung terjun ke sungai dan berenang sampai ke seberang.
Kelompok yang lain menjawab : Kami akan mencari sebatang tongkat panjang untuk membantu menyeberang dengan tenaga lontaran dari tongkat tersebut. Dan ada pula yang menjawab : Saya akan berlari secepatnya ke jembatan dan menyeberangi sungai, walaupun agak lama karena jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan menyeberang melalui jembatan adalah yang paling aman.
Setelah mendengar semua jawaban anak-anak, pak guru berkata, ”Bagus sekali jawaban kalian. Yang menjawab melompat ke seberang, berarti kalian mempunyai semangat berani mencoba. Yang menjawab turun ke air berarti kalian mengutamakan praktek. Yang memakai tongkat berarti kalian pintar memakai unsur dari luar untuk sampai ke tujuan. Sedangkan yang berlari ke jembatan untuk menyeberang berarti kalian lebih mengutamakan keamanan. Bapak senang kalian memiliki alasan atas jawaban itu. Semua jalan yang kalian tempuh adalah positif dan baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mau berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari gunung di kejar, pasti tujuan kalian akan tercapai. Pesan bapak, mulai dari sekarang dan sampai kapanpun, Kalian harus lebih rajin belajar dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai ke tempat tujuan”.
Jangan melarikan diri dari kesulitan
Dalam kenyataan hidup, kita semua sebagai manusia selalu mempunyai masalah atau problem yang harus di hadapi, selama kita tidak melarikan diri dari masalah, dan sadar bahwa semua masalah dan rintangan itu harus diatasi, melalui pola pikir dan cara2 yang positif serta keberanian kita menghadapi semua itu, tentu hasilnya akan maksimal. Hanya dengan action dan belajar, belajar dan action lagi. Manusia baru bisa mencapai pertumbuhan mental yang sehat dan meraih kesuksesan seperti yang di idam idamkan!
Kekuatan Pujian
KEKUATAN PUJIAN
Oleh: Arvan Pradiansyah
Seorang pengemis duduk mengulurkan tangannya di sudut jalan.
Tolstoy,penulis besar Rusia yang kebetulan lewat di depannya, langsung berhenti dan mencoba mencari uang logam di sakunya.
Ternyata tak ada. Dengan amat sedih ia berkata, "Janganlah marah kepadaku, hai Saudaraku. Aku tidak bawa uang."
Mendengar kata-kata itu, wajah pengemis berbinar-binar, dan ia menjawab, "Tak apa-apa Tuan. Saya gembira sekali, karena Anda menyebut saya saudara. Ini pemberian yang sangat besar bagi saya."
Setiap manusia, apapun latar belakangnya, memiliki kesamaan yang mendasar: ingin dipuji, diakui, didengarkan dan dihormati.
Kebutuhan ini sering terlupakan begitu saja. Banyak manajer yang masih beranggapan bahwa orang hanya termotivasi uang. Mereka lupa, nilai uang hanya bertahan sampai uang itu habis dibelanjakan. Ini sesuai dengan teori Herzberg yang mengatakan bahwa uang tak akan pernah mendatangkan kepuasan dalam bekerja.
Manusia bukan sekadar makhluk fisik, tapi juga makhluk spiritual yang membutuhkan sesuatu yang jauh lebih bernilai. Mereka butuh penghargaan dan pengakuan atas kontribusi mereka. Tak perlu sesuatu yang sulit atau mahal, ini bisa sesederhana pujian yang tulus.
Namun, memberikan pujian ternyata bukan mudah. Jauh lebih mudah mengritik orang lain.
Seorang kawan pernah mengatakan, "Bukannya saya tak mau memuji bawahan, tapi saya benar-benar tak tahu apa yang perlu saya puji. Kinerjanya begitu buruk." "Tahukah Anda kenapa kinerjanya begitu buruk?" saya balik bertanya. "Karena Anda sama sekali tak pernah memujinya!"
Persoalannya, mengapa kita begitu sulit memberi pujian pada orang lain?
Menurut saya, ada tiga hal penyebabnya, dan kesemuanya berakar pada cara kita memandang orang lain.
Pertama, kita tidak tulus mencintai mereka. Cinta kita bukanlah unconditional love, tetapi cinta bersyarat. Kita mencintai pasangan kita karena ia mengikuti kemauan kita, kita mencintai anak-anak kita karena mereka berprestasi di sekolah, kita mengasihi bawahan kita karena mereka memenuhi target pekerjaan yang telah ditetapkan.
Perhatikanlah kata-kata di atas: cinta bersyarat. Artinya, kalau syarat-syarat tidak terpenuhi, cinta kita pun memudar. Padahal, cinta yang tulus seperti pepatah Perancis: L`amour n`est pas parce que mais malgre. Cinta adalah bukan "cinta karena", tetapi "cinta walaupun". Inilah cinta yang tulus, yang tanpa kondisi dan persyaratan apapun.
Cinta tanpa syarat adalah penjelmaan sikap Tuhan yang memberikan rahmatNya tanpa pilih kasih. Cinta Tuhan adalah "cinta walaupun". Walaupun Anda mengingkari nikmatNya, Dia tetap memberikan kepada Anda. Lihatlah bagaimana Dia menumbuhkan bunga-bunga yang indah untuk dapat dinikmati siapa saja tak peduli si baik atau si jahat. Dengan paradigma ini, Anda akan menjadi manusia yang tulus, yang senantiasa melihat sisi positif orang lain. Ini bisa memudahkan Anda memberi pujian.
Kesalahan kedua, kita lupa bahwa setiap manusia itu unik. Ada cerita mengenai seorang turis yang masuk toko barang unik dan antik. Ia berkata, "Tunjukkan pada saya barang paling unik dari semua yang ada di sini!" Pemilik toko memeriksa ratusan barang: binatang kering berisi kapuk, tengkorak, burung yang diawetkan, kepala rusa, lalu berpaling ke turis dan berkata, "Barang yang paling unik di toko ini tak dapat disangkal adalah saya sendiri!"
Setiap manusia adalah unik, tak ada dua orang yang persis sama. Kita sering menyamaratakan orang, sehingga membuat kita tak tertarik pada orang lain.
Padahal, dengan menyadari bahwa tiap orang berbeda, kita akan berusaha mencari daya tarik dan inner beauty setiap orang. Dengan demikian, kita akan mudah sekali memberi pujian.
Kesalahan ketiga disebut paradigm paralysis. Kita sering gagal melihat orang lain secara apa adanya, karena kita terperangkap dalam paradigma yang kita buat sendiri mengenai orang itu. Tanpa disadari kita sering mengotak-ngotakkan orang. Kita menempatkan mereka dalam label-label: orang ini membosankan, orang itu menyebalkan, orang ini egois, orang itu mau menang sendiri. Inilah persoalannya: kita gagal melihat setiap orang sebagai manusia yang "segar dan baru". Padahal, pasangan, anak, kawan, dan bawahan kita yang sekarang bukanlah mereka yang kita lihat kemarin. Mereka berubah dan senantiasa baru dan segar setiap saat.
Penyakit yang kita alami, apalagi menghadapi orang yang sudah bertahun-tahun berinteraksi dengan kita adalah 4 L (Lu Lagi, Lu Lagi -- bahasa Jakarta). Kita sudah merasa tahu, paham dan hafal mengenai orang itu. Kita menganggap tak ada lagi sesuatu yang baru dari mereka. Maka, di hadapan kita mereka telah kehilangan daya tariknya.
Sewaktu membuat tulisan ini, istri saya pun menyindir saya dengan mengatakan bahwa saya tak terlalu sering lagi memujinya setelah kami menikah. Sebelum menikah dulu, saya tak pernah kehabisan bahan untuk memujinya. Sindiran ini, tentu, membuat saya tersipu-sipu dan benar-benar mati kutu.
Pujian yang tulus merupakan penjelmaan Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Maka, ia mengandung energi positif yang amat dahsyat. Saya telah mencoba menerapkan pujian dan ucapan terima kasih kepada orang-orang yang saya jumpai: istri, pembantu yang membukakan pagar setiap pagi, bawahan di kantor, resepsionis di kantor klien, tukang parkir, satpam, penjaga toko maupun petugas di jalan tol.
Efeknya ternyata luar biasa. Pembantu bahkan menjawab ucapan terima kasih saya dengan doa, "Hati-hati di jalan Pak!" Orang-orang yang saya jumpai juga senantiasa memberi senyuman yang membahagiakan. Sepertinya mereka terbebas dari rutinitas pekerjaan yang menjemukan.
Pujian memang mengandung energi yang bisa mencerahkan, memotivasi, membuat orang bahagia dan bersyukur. Yang lebih penting, membuat orang merasa dimanusiakan.
Oleh: Arvan Pradiansyah
Seorang pengemis duduk mengulurkan tangannya di sudut jalan.
Tolstoy,penulis besar Rusia yang kebetulan lewat di depannya, langsung berhenti dan mencoba mencari uang logam di sakunya.
Ternyata tak ada. Dengan amat sedih ia berkata, "Janganlah marah kepadaku, hai Saudaraku. Aku tidak bawa uang."
Mendengar kata-kata itu, wajah pengemis berbinar-binar, dan ia menjawab, "Tak apa-apa Tuan. Saya gembira sekali, karena Anda menyebut saya saudara. Ini pemberian yang sangat besar bagi saya."
Setiap manusia, apapun latar belakangnya, memiliki kesamaan yang mendasar: ingin dipuji, diakui, didengarkan dan dihormati.
Kebutuhan ini sering terlupakan begitu saja. Banyak manajer yang masih beranggapan bahwa orang hanya termotivasi uang. Mereka lupa, nilai uang hanya bertahan sampai uang itu habis dibelanjakan. Ini sesuai dengan teori Herzberg yang mengatakan bahwa uang tak akan pernah mendatangkan kepuasan dalam bekerja.
Manusia bukan sekadar makhluk fisik, tapi juga makhluk spiritual yang membutuhkan sesuatu yang jauh lebih bernilai. Mereka butuh penghargaan dan pengakuan atas kontribusi mereka. Tak perlu sesuatu yang sulit atau mahal, ini bisa sesederhana pujian yang tulus.
Namun, memberikan pujian ternyata bukan mudah. Jauh lebih mudah mengritik orang lain.
Seorang kawan pernah mengatakan, "Bukannya saya tak mau memuji bawahan, tapi saya benar-benar tak tahu apa yang perlu saya puji. Kinerjanya begitu buruk." "Tahukah Anda kenapa kinerjanya begitu buruk?" saya balik bertanya. "Karena Anda sama sekali tak pernah memujinya!"
Persoalannya, mengapa kita begitu sulit memberi pujian pada orang lain?
Menurut saya, ada tiga hal penyebabnya, dan kesemuanya berakar pada cara kita memandang orang lain.
Pertama, kita tidak tulus mencintai mereka. Cinta kita bukanlah unconditional love, tetapi cinta bersyarat. Kita mencintai pasangan kita karena ia mengikuti kemauan kita, kita mencintai anak-anak kita karena mereka berprestasi di sekolah, kita mengasihi bawahan kita karena mereka memenuhi target pekerjaan yang telah ditetapkan.
Perhatikanlah kata-kata di atas: cinta bersyarat. Artinya, kalau syarat-syarat tidak terpenuhi, cinta kita pun memudar. Padahal, cinta yang tulus seperti pepatah Perancis: L`amour n`est pas parce que mais malgre. Cinta adalah bukan "cinta karena", tetapi "cinta walaupun". Inilah cinta yang tulus, yang tanpa kondisi dan persyaratan apapun.
Cinta tanpa syarat adalah penjelmaan sikap Tuhan yang memberikan rahmatNya tanpa pilih kasih. Cinta Tuhan adalah "cinta walaupun". Walaupun Anda mengingkari nikmatNya, Dia tetap memberikan kepada Anda. Lihatlah bagaimana Dia menumbuhkan bunga-bunga yang indah untuk dapat dinikmati siapa saja tak peduli si baik atau si jahat. Dengan paradigma ini, Anda akan menjadi manusia yang tulus, yang senantiasa melihat sisi positif orang lain. Ini bisa memudahkan Anda memberi pujian.
Kesalahan kedua, kita lupa bahwa setiap manusia itu unik. Ada cerita mengenai seorang turis yang masuk toko barang unik dan antik. Ia berkata, "Tunjukkan pada saya barang paling unik dari semua yang ada di sini!" Pemilik toko memeriksa ratusan barang: binatang kering berisi kapuk, tengkorak, burung yang diawetkan, kepala rusa, lalu berpaling ke turis dan berkata, "Barang yang paling unik di toko ini tak dapat disangkal adalah saya sendiri!"
Setiap manusia adalah unik, tak ada dua orang yang persis sama. Kita sering menyamaratakan orang, sehingga membuat kita tak tertarik pada orang lain.
Padahal, dengan menyadari bahwa tiap orang berbeda, kita akan berusaha mencari daya tarik dan inner beauty setiap orang. Dengan demikian, kita akan mudah sekali memberi pujian.
Kesalahan ketiga disebut paradigm paralysis. Kita sering gagal melihat orang lain secara apa adanya, karena kita terperangkap dalam paradigma yang kita buat sendiri mengenai orang itu. Tanpa disadari kita sering mengotak-ngotakkan orang. Kita menempatkan mereka dalam label-label: orang ini membosankan, orang itu menyebalkan, orang ini egois, orang itu mau menang sendiri. Inilah persoalannya: kita gagal melihat setiap orang sebagai manusia yang "segar dan baru". Padahal, pasangan, anak, kawan, dan bawahan kita yang sekarang bukanlah mereka yang kita lihat kemarin. Mereka berubah dan senantiasa baru dan segar setiap saat.
Penyakit yang kita alami, apalagi menghadapi orang yang sudah bertahun-tahun berinteraksi dengan kita adalah 4 L (Lu Lagi, Lu Lagi -- bahasa Jakarta). Kita sudah merasa tahu, paham dan hafal mengenai orang itu. Kita menganggap tak ada lagi sesuatu yang baru dari mereka. Maka, di hadapan kita mereka telah kehilangan daya tariknya.
Sewaktu membuat tulisan ini, istri saya pun menyindir saya dengan mengatakan bahwa saya tak terlalu sering lagi memujinya setelah kami menikah. Sebelum menikah dulu, saya tak pernah kehabisan bahan untuk memujinya. Sindiran ini, tentu, membuat saya tersipu-sipu dan benar-benar mati kutu.
Pujian yang tulus merupakan penjelmaan Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Maka, ia mengandung energi positif yang amat dahsyat. Saya telah mencoba menerapkan pujian dan ucapan terima kasih kepada orang-orang yang saya jumpai: istri, pembantu yang membukakan pagar setiap pagi, bawahan di kantor, resepsionis di kantor klien, tukang parkir, satpam, penjaga toko maupun petugas di jalan tol.
Efeknya ternyata luar biasa. Pembantu bahkan menjawab ucapan terima kasih saya dengan doa, "Hati-hati di jalan Pak!" Orang-orang yang saya jumpai juga senantiasa memberi senyuman yang membahagiakan. Sepertinya mereka terbebas dari rutinitas pekerjaan yang menjemukan.
Pujian memang mengandung energi yang bisa mencerahkan, memotivasi, membuat orang bahagia dan bersyukur. Yang lebih penting, membuat orang merasa dimanusiakan.
Kualitas Pemimpin Sejati
KUALITAS PEMIMPIN SEJATI
"Seorang pemimpin adalah seseorang yang melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat." Levoy Eims, penulis buku Be The Leader You Were Meant To Be. Levoy Eims mencoba memberikan gambaran tentang seorang pemimpin sejati. Kita semua sangat membutuhkan seorang pemimpin sejati guna membangun budaya positif, kemajuan dan prestasi dalam berbagai bidang kehidupan; misalnya dalam bisnis, organisasi atau sosial masyarakat.
Melalui kisah tentang dua orang penjelajah kutub selatan berikut ini kita akan mencoba meneladani bagaimana sosok pemimpin sejati yang sesungguhnya. Dikisahkan bahwa kutub utara telah berhasil ditahklukkan pada tanggal 6 April 1909 oleh kelompok penjelajah pimpinan Robert E. Peary (1856-1920) asal Amerika. Berita tentang keberhasilan penjelajahan tersebut segera tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dua orang diantaranya tertarik untuk menahlukkan kutub selatan, yaitu Roald Amundsen (1872-1928) dari Norwegia dan seorang pejabat angkatan laut Inggris, Kapten Robert Falcon Scott.
Kedua orang tersebut berkeinginan untuk mencapai kutub selatan dari rute yang berbeda. Dikisahkan bahwa tim penjelajah dibawah pimpinan Roald Amundsen berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 14 Desember 1911, atau satu bulan lebih cepat dari tim penjelajah pimpinan Robert Falcon Scott. Selanjutnya tim penjelajah pimpinan Amundsen berhasil kembali pulang dengan selamat. Sedangkan berita menyedihkan datang dari tim penjelajah pimpinan Scott, karena semua anggota tim termasuk dirinya sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan. Mengapa dapat terjadi, dua tim yang sama-sama menghadapi tantangan berat selama menembus kutub selatan mencapai hasil yang bertolak belakang? Banyak kalangan menilai bahwa kegagalam tim Scott maupun keberhasilan tim Amundsen sangat ditentukan oleh pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka.
Dari sanalah kita mencoba mencermati bagaimanakah pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka untuk mengetahui apakah mereka termasuk pemimpin yang ideal atau tidak. Di Inggris, Scott dikenal mempunyai kemampuan memimpin yang luar biasa. Visi dan misi yang ingin ia capai bersama tim penjelajah juga jelas, yaitu mencapai kutub selatan dan pulang dengan membawa keberhasilan. Untuk mencapai visi dan misi tersebut ia juga melakukan berbagai persiapan. Diceritakan bentuk persiapan Scott antara lain adalah menyediakan sebuah kereta luncur bermesin ditambah dengan beberapa ekor anak kuda.
Ia bersama timnya juga menyediakan pos-pos persediaan makanan di sepanjang rute yang akan mereka lalui. Tetapi bagaimana kelanjutan kisah mereka dan penyebab utama sehingga semua anggota tim termasuk Scott sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan? Semua kisah dan kendala yang harus mereka hadapi terungkap dalam surat-surat tulisan Scott yang diketemukan di dalam tubuhnya beberapa bulan setelah kematiannya. Surat-surat tersebut kemudian disimpan oleh Philippa Scott, putra tunggal Scott. Philippa Scott yang meninggal dunia pada tahun 1989 itu menghadiahkan surat-surat milik Scott kepada Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge.
Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge memamerkan surat-surat Scott kepada khalayak umum pada tanggal 17 Januari 2007. Dalam surat tersebut diketahui bahwa kendala serius mulai muncul ketika kereta luncur bermesin itu rusak pada hari ke-5 penjelajahan dimulai. Scott menulis bahwa cadangan tenaga dari anak-anak kuda tak lagi dapat diandalkan. Pasalnya, anak-anak kuda itu tak mampu bertahan dalam cuaca dingin, sehingga anggota tim Scott terpaksa membunuh anak-anak kuda itu di kaki gunung Transantarctic. Setelah itu semua anggota tim terpaksa bahu-membahu menarik kereta luncur seberat 200 pon. Sementara pos-pos persediaan makanan yang sudah dipersiapkan ternyata lokasinya sangat sulit dijangkau.
Tim Scott benar-benar kesulitan menemukan pos-pos makanan itu. Sehingga tenaga mereka terkuras. Sedangkan cuaca yang sangat dingin menyebabkan stamina tim penjelajah pimpinan Scott menurun drastis. Terlebih mereka kurang memperhitungkan kesiapan peralatan penjelajahan, terutama kaca mata. Tak mengherankan jika dalam penjelajahan tersebut anggota tim Scott mengalami kendala kesehatan serius, misalnya; dehidrasi, mata hampir buta, kedinginan, kelaparan, dan keracunan dalam darah. Di sisi lain, Amundsen sebagai pemimpin juga mempunyai visi yang jelas dan tidak berbeda dengan visi yang ingin dicapai tim Scott. Bedanya, Amundsen melakukan perencanaan yang sangat teliti dan persiapan yang matang, termasuk mempelajari metode-metode kaum Eskimo serta penjelajah Arctic lain yang sudah berpengalaman.
Salah satu bentuk persiapan mereka antara lain adalah kereta luncur yang ditarik oleh beberapa ekor anjing. Kekuatan anjing-anjing itu dalam sehari maksimal hanya 6 jam atau sekitar 20 mil perjalanan. Tim pimpinan Amundsen juga menyiapkan pos-pos yang menyediakan makanan dan minuman cukup banyak dan lokasinya mudah dijangkau. Dengan demikian, tim Amundsen tidak kesulitan mendapatkan persediaan makanan di sepanjang perjalanan. Lagipula mereka tak perlu membawa beban terlalu berat. Selain itu, Amundsen melengkapi timnya dengan peralatan penjelajahan terbaik dan lengkap. Dari sana kita dapat melihat bahwa sudah menjadi tugas pemimpin untuk menentukan arah tim atau organisasi yang ia pimpin. John C. Maxwell mengatakan, "Ibaratnya siapapun dapat mengemudikan kapal, namun hanya pemimpin yang dapat menentukan arahnya." Sosok pemimpin seperti Amundsen maupun Scott sebenarnya sudah mampu memainkan peran mereka sebagai pimpinan, terbukti mereka berdua sudah mampu merumuskan visi dan misi yang hendak mereka capai. Tetapi seorang pemimpin tak hanya perlu menciptakan visi dan misi, melainkan merumuskan realita yang ada, termasuk kekurangan dan kekuatan yang ada dalam tim, organisasi, negara dan lain sebagainya.
Selain itu, seorang pemimpin ideal akan sangat menghargai perbedaan maupun kekurangan masing-masing fungsi sekaligus menciptakan harmonisasi sehingga elemen-elemen yang ada saling mensinergi kemajuan. Seorang pemimpin juga dituntut untuk peka dan mampu memperhitungkan segenap potensi yang ada untuk menciptakan pertumbuhan dan merealisasikan visi dan misinya menjadi kenyataan. Scott tidak mempunyai kualitas sebagai pemimpin ideal sebagaimana disebutkan di alenia di atas. Ia tidak peka dan tidak mampu mengharmoniskan potensi yang ada di dalam timnya untuk mencapai visi dan misi. Dikisahkan sesaat sebelum berangkat, Scott secara sepihak memutuskan menambah satu orang, yaitu rekannya sendiri, kedalam tim penjelajahan menjadi 5 orang. Padahal bekal ketersediaan bahan makanan tim tersebut hanya cukup untuk 4 orang.
Meskipun mereka berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 17 Januari 1912, tetapi kondisi kesehatan para anggota tim Scott sangat lemah dan kelaparan. Melihat kondisi seperti itupun Scott masih berkeras agar timnya membawa pulang 30 pon spesimen geologi. Tindakan Scott itu jelas semakin membebani para anggota timnya, sekaligus membuktikan bahwa ia bukanlah pemimpin yang cukup peka. Padahal kepekaan terhadap kerinduan, keinginan, harapan dan kemauan para anggota tim merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam memimpin. Tindakan Scott yang tidak peka benar-benar fatal hingga menewaskan semua anggota tim termasuk dirinya sendiri. Dalam sebuah cacatan harian, Scott menuliskan penyesalannya, "It is a terrible disappointment, and I am very sorry for my loyal companions. – Ini merupakan kekecewaan yang begitu dalam, dan saya sangat menyesalkan tindakan saya terhadap rekan-rekan yang sudah begitu setia (para anggota dalam tim penjelajahannya)."
Tragedi yang menimpa semua anggota tim diakibatkan Scott lebih mengutamakan egonya sendiri. Hal itu mencerminkan ketidakmampuan Scott menjadi pemimpin sejati. Kesimpulan tentang kualitas pemimpin ideal sebenarnya senada dengan pendapat Patricia Patton, seorang konsultan profesional. "It took a heart, soul and brains to lead a people ……, - Untuk memimpin orang lain dibutuhkan totalitas pengabdian dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran," katanya. Dengan demikian seorang pemimpin sejati tak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional. Daniel Goleman kemudian mengelompokkan tipe pemimpin kedalam 6 golongan, yaitu visionary (memiliki visi), coaching (mendidik), affiliate (mengedepankan keharmonisan dan kerja sama), democratic (menghargai pendapat orang lain), pacesetting (memberikan contoh dan tindakan), commanding (tegas dan berani mengambil resiko).
Namun tipe pemimpin paling ideal menurutnya adalah mereka yang mampu menerapkan ke-6 tipe tersebut sesuai dengan kebutuhan secara benar dan tepat. Selama ini kualitas pemimpin sejati dianggap sebagai bakat yang tumbuh dalam diri seseorang secara alamiah. Tetapi sebenarnya kemampuan menjadi pemimpin sejati dapat dilatih, khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, berpikir dan bertindak positif, membangun jaringan dan kerjasama, menetapkan target-target, berempati, dan lain sebagainya. Artinya, siapapun dapat tampil sebagai pemimpin sejati yang menjadi dambaan semua orang dan berperan siginifikan sebagai pelopor untuk membangun kehidupan kita semua, asalkan ada kemauan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk melatih diri misalnya melalui seminar, pelatihan, belajar dari pemimpin yang sukses maupun sejarah kebijakan mereka dan lain sebagainya.
"Seorang pemimpin adalah seseorang yang melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat." Levoy Eims, penulis buku Be The Leader You Were Meant To Be. Levoy Eims mencoba memberikan gambaran tentang seorang pemimpin sejati. Kita semua sangat membutuhkan seorang pemimpin sejati guna membangun budaya positif, kemajuan dan prestasi dalam berbagai bidang kehidupan; misalnya dalam bisnis, organisasi atau sosial masyarakat.
Melalui kisah tentang dua orang penjelajah kutub selatan berikut ini kita akan mencoba meneladani bagaimana sosok pemimpin sejati yang sesungguhnya. Dikisahkan bahwa kutub utara telah berhasil ditahklukkan pada tanggal 6 April 1909 oleh kelompok penjelajah pimpinan Robert E. Peary (1856-1920) asal Amerika. Berita tentang keberhasilan penjelajahan tersebut segera tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dua orang diantaranya tertarik untuk menahlukkan kutub selatan, yaitu Roald Amundsen (1872-1928) dari Norwegia dan seorang pejabat angkatan laut Inggris, Kapten Robert Falcon Scott.
Kedua orang tersebut berkeinginan untuk mencapai kutub selatan dari rute yang berbeda. Dikisahkan bahwa tim penjelajah dibawah pimpinan Roald Amundsen berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 14 Desember 1911, atau satu bulan lebih cepat dari tim penjelajah pimpinan Robert Falcon Scott. Selanjutnya tim penjelajah pimpinan Amundsen berhasil kembali pulang dengan selamat. Sedangkan berita menyedihkan datang dari tim penjelajah pimpinan Scott, karena semua anggota tim termasuk dirinya sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan. Mengapa dapat terjadi, dua tim yang sama-sama menghadapi tantangan berat selama menembus kutub selatan mencapai hasil yang bertolak belakang? Banyak kalangan menilai bahwa kegagalam tim Scott maupun keberhasilan tim Amundsen sangat ditentukan oleh pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka.
Dari sanalah kita mencoba mencermati bagaimanakah pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka untuk mengetahui apakah mereka termasuk pemimpin yang ideal atau tidak. Di Inggris, Scott dikenal mempunyai kemampuan memimpin yang luar biasa. Visi dan misi yang ingin ia capai bersama tim penjelajah juga jelas, yaitu mencapai kutub selatan dan pulang dengan membawa keberhasilan. Untuk mencapai visi dan misi tersebut ia juga melakukan berbagai persiapan. Diceritakan bentuk persiapan Scott antara lain adalah menyediakan sebuah kereta luncur bermesin ditambah dengan beberapa ekor anak kuda.
Ia bersama timnya juga menyediakan pos-pos persediaan makanan di sepanjang rute yang akan mereka lalui. Tetapi bagaimana kelanjutan kisah mereka dan penyebab utama sehingga semua anggota tim termasuk Scott sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan? Semua kisah dan kendala yang harus mereka hadapi terungkap dalam surat-surat tulisan Scott yang diketemukan di dalam tubuhnya beberapa bulan setelah kematiannya. Surat-surat tersebut kemudian disimpan oleh Philippa Scott, putra tunggal Scott. Philippa Scott yang meninggal dunia pada tahun 1989 itu menghadiahkan surat-surat milik Scott kepada Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge.
Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge memamerkan surat-surat Scott kepada khalayak umum pada tanggal 17 Januari 2007. Dalam surat tersebut diketahui bahwa kendala serius mulai muncul ketika kereta luncur bermesin itu rusak pada hari ke-5 penjelajahan dimulai. Scott menulis bahwa cadangan tenaga dari anak-anak kuda tak lagi dapat diandalkan. Pasalnya, anak-anak kuda itu tak mampu bertahan dalam cuaca dingin, sehingga anggota tim Scott terpaksa membunuh anak-anak kuda itu di kaki gunung Transantarctic. Setelah itu semua anggota tim terpaksa bahu-membahu menarik kereta luncur seberat 200 pon. Sementara pos-pos persediaan makanan yang sudah dipersiapkan ternyata lokasinya sangat sulit dijangkau.
Tim Scott benar-benar kesulitan menemukan pos-pos makanan itu. Sehingga tenaga mereka terkuras. Sedangkan cuaca yang sangat dingin menyebabkan stamina tim penjelajah pimpinan Scott menurun drastis. Terlebih mereka kurang memperhitungkan kesiapan peralatan penjelajahan, terutama kaca mata. Tak mengherankan jika dalam penjelajahan tersebut anggota tim Scott mengalami kendala kesehatan serius, misalnya; dehidrasi, mata hampir buta, kedinginan, kelaparan, dan keracunan dalam darah. Di sisi lain, Amundsen sebagai pemimpin juga mempunyai visi yang jelas dan tidak berbeda dengan visi yang ingin dicapai tim Scott. Bedanya, Amundsen melakukan perencanaan yang sangat teliti dan persiapan yang matang, termasuk mempelajari metode-metode kaum Eskimo serta penjelajah Arctic lain yang sudah berpengalaman.
Salah satu bentuk persiapan mereka antara lain adalah kereta luncur yang ditarik oleh beberapa ekor anjing. Kekuatan anjing-anjing itu dalam sehari maksimal hanya 6 jam atau sekitar 20 mil perjalanan. Tim pimpinan Amundsen juga menyiapkan pos-pos yang menyediakan makanan dan minuman cukup banyak dan lokasinya mudah dijangkau. Dengan demikian, tim Amundsen tidak kesulitan mendapatkan persediaan makanan di sepanjang perjalanan. Lagipula mereka tak perlu membawa beban terlalu berat. Selain itu, Amundsen melengkapi timnya dengan peralatan penjelajahan terbaik dan lengkap. Dari sana kita dapat melihat bahwa sudah menjadi tugas pemimpin untuk menentukan arah tim atau organisasi yang ia pimpin. John C. Maxwell mengatakan, "Ibaratnya siapapun dapat mengemudikan kapal, namun hanya pemimpin yang dapat menentukan arahnya." Sosok pemimpin seperti Amundsen maupun Scott sebenarnya sudah mampu memainkan peran mereka sebagai pimpinan, terbukti mereka berdua sudah mampu merumuskan visi dan misi yang hendak mereka capai. Tetapi seorang pemimpin tak hanya perlu menciptakan visi dan misi, melainkan merumuskan realita yang ada, termasuk kekurangan dan kekuatan yang ada dalam tim, organisasi, negara dan lain sebagainya.
Selain itu, seorang pemimpin ideal akan sangat menghargai perbedaan maupun kekurangan masing-masing fungsi sekaligus menciptakan harmonisasi sehingga elemen-elemen yang ada saling mensinergi kemajuan. Seorang pemimpin juga dituntut untuk peka dan mampu memperhitungkan segenap potensi yang ada untuk menciptakan pertumbuhan dan merealisasikan visi dan misinya menjadi kenyataan. Scott tidak mempunyai kualitas sebagai pemimpin ideal sebagaimana disebutkan di alenia di atas. Ia tidak peka dan tidak mampu mengharmoniskan potensi yang ada di dalam timnya untuk mencapai visi dan misi. Dikisahkan sesaat sebelum berangkat, Scott secara sepihak memutuskan menambah satu orang, yaitu rekannya sendiri, kedalam tim penjelajahan menjadi 5 orang. Padahal bekal ketersediaan bahan makanan tim tersebut hanya cukup untuk 4 orang.
Meskipun mereka berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 17 Januari 1912, tetapi kondisi kesehatan para anggota tim Scott sangat lemah dan kelaparan. Melihat kondisi seperti itupun Scott masih berkeras agar timnya membawa pulang 30 pon spesimen geologi. Tindakan Scott itu jelas semakin membebani para anggota timnya, sekaligus membuktikan bahwa ia bukanlah pemimpin yang cukup peka. Padahal kepekaan terhadap kerinduan, keinginan, harapan dan kemauan para anggota tim merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam memimpin. Tindakan Scott yang tidak peka benar-benar fatal hingga menewaskan semua anggota tim termasuk dirinya sendiri. Dalam sebuah cacatan harian, Scott menuliskan penyesalannya, "It is a terrible disappointment, and I am very sorry for my loyal companions. – Ini merupakan kekecewaan yang begitu dalam, dan saya sangat menyesalkan tindakan saya terhadap rekan-rekan yang sudah begitu setia (para anggota dalam tim penjelajahannya)."
Tragedi yang menimpa semua anggota tim diakibatkan Scott lebih mengutamakan egonya sendiri. Hal itu mencerminkan ketidakmampuan Scott menjadi pemimpin sejati. Kesimpulan tentang kualitas pemimpin ideal sebenarnya senada dengan pendapat Patricia Patton, seorang konsultan profesional. "It took a heart, soul and brains to lead a people ……, - Untuk memimpin orang lain dibutuhkan totalitas pengabdian dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran," katanya. Dengan demikian seorang pemimpin sejati tak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional. Daniel Goleman kemudian mengelompokkan tipe pemimpin kedalam 6 golongan, yaitu visionary (memiliki visi), coaching (mendidik), affiliate (mengedepankan keharmonisan dan kerja sama), democratic (menghargai pendapat orang lain), pacesetting (memberikan contoh dan tindakan), commanding (tegas dan berani mengambil resiko).
Namun tipe pemimpin paling ideal menurutnya adalah mereka yang mampu menerapkan ke-6 tipe tersebut sesuai dengan kebutuhan secara benar dan tepat. Selama ini kualitas pemimpin sejati dianggap sebagai bakat yang tumbuh dalam diri seseorang secara alamiah. Tetapi sebenarnya kemampuan menjadi pemimpin sejati dapat dilatih, khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, berpikir dan bertindak positif, membangun jaringan dan kerjasama, menetapkan target-target, berempati, dan lain sebagainya. Artinya, siapapun dapat tampil sebagai pemimpin sejati yang menjadi dambaan semua orang dan berperan siginifikan sebagai pelopor untuk membangun kehidupan kita semua, asalkan ada kemauan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk melatih diri misalnya melalui seminar, pelatihan, belajar dari pemimpin yang sukses maupun sejarah kebijakan mereka dan lain sebagainya.
Better to Give than to Receive
BETTER GIVE THAN TO RECEIVE
By: Anonymous
A young man, a student in one of our universities, was one day taking a walk with a professor, who was commonly called the student's friend, from his kindness to those who waited on his instructions. As they went along, they saw lying in the path a pair of old shoes, which they supposed to belong to a poor man who was employed in a field close by, and who had nearly finished his day's work.
The student turned to the professor, saying: "Let us play the man a trick: we will hide his shoes, and conceal ourselves behind those bushes, and wait to see his perplexity when he cannot find them." "My young friend," answered the professor, "we should never amuse ourselves at the expense of the poor. But you are rich, and may give yourself a much greater pleasure by means of this poor man. Put a coin in each shoe, and then we will hide ourselves and watch how this affects him." The student did so and they both placed themselves behind the bushes close by. The poor man soon finished his work, and came across the field to the path where he had left his coat and shoes.
While putting on his coat he slipped his foot into one of his shoes, but feeling something hard, he stooped down to feel what it was, and found the coin. Astonishment and wonder were seen upon his countenance. He gazed upon the coin, turned it around, and looked at it again and again. He then looked around him on all sides, but no person was to be seen. He now put the money into his pocket, and proceeded to put on the other shoe; but his surprise was doubled on finding the other coin.
His feelings overcame him; he fell upon his knees, looked up to heaven and uttered aloud a fervent thanksgiving in which he spoke of his wife, sick and helpless, and his children without bread, whom this timely bounty, from some unknown hand, would save from perishing. The student stood there deeply affected, and his eyes filled with tears. "Now," said the professor, are you not much better pleased than if you had played your intended trick?" The youth replied, "You have taught me a lesson which I will never forget. I feel now the truth of these words, which I never understood before: "It's more blessed to give than to receive."
By: Anonymous
A young man, a student in one of our universities, was one day taking a walk with a professor, who was commonly called the student's friend, from his kindness to those who waited on his instructions. As they went along, they saw lying in the path a pair of old shoes, which they supposed to belong to a poor man who was employed in a field close by, and who had nearly finished his day's work.
The student turned to the professor, saying: "Let us play the man a trick: we will hide his shoes, and conceal ourselves behind those bushes, and wait to see his perplexity when he cannot find them." "My young friend," answered the professor, "we should never amuse ourselves at the expense of the poor. But you are rich, and may give yourself a much greater pleasure by means of this poor man. Put a coin in each shoe, and then we will hide ourselves and watch how this affects him." The student did so and they both placed themselves behind the bushes close by. The poor man soon finished his work, and came across the field to the path where he had left his coat and shoes.
While putting on his coat he slipped his foot into one of his shoes, but feeling something hard, he stooped down to feel what it was, and found the coin. Astonishment and wonder were seen upon his countenance. He gazed upon the coin, turned it around, and looked at it again and again. He then looked around him on all sides, but no person was to be seen. He now put the money into his pocket, and proceeded to put on the other shoe; but his surprise was doubled on finding the other coin.
His feelings overcame him; he fell upon his knees, looked up to heaven and uttered aloud a fervent thanksgiving in which he spoke of his wife, sick and helpless, and his children without bread, whom this timely bounty, from some unknown hand, would save from perishing. The student stood there deeply affected, and his eyes filled with tears. "Now," said the professor, are you not much better pleased than if you had played your intended trick?" The youth replied, "You have taught me a lesson which I will never forget. I feel now the truth of these words, which I never understood before: "It's more blessed to give than to receive."
10 Langkah Menggapai Mimpi
Oleh Arry Rahmawan Destyanto
(Versi Bahasa Indonesia)
Selama sekian tahun setelah mempelajari bagaimana orang-orang sukses menggapai cita-cita dan mimpi mereka, ternyata ditemukan sebuah pola yang sama mengenai apa dan bagaimana mereka mengejar mimpi-mimpi mereka. Pada artikel kali ini saya ingin berbagi bagaimana cara orang-orang sukses dan juga cara saya dalam mengejar mimpi dan cita-cita yang alhamdulillah sampai saat ini sudah beberapa yang tercapai. Inilah 10 langkah sederhana yang bisa dicoba:
1. SET GOALS
Satu kunci paling utama dalam menggapai mimpi adalah bagaimana kita menetapkan terlebih dahulu apa yang ingin kita capai, Tidak cukup hanya dalam berupa keinginan dan gambaran umum saja, wajib dituliskan! Goals atau tujuan yang dituliskan pada hakikatnya akan mengikat diri kita untuk bisa mencapai tujuan tersebut dan tidak mudah melupakannya.
Tujuan yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini:
a. Harus memenuhi prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound). Contoh: "Menjadi seorang motivator kecepatan membaca untuk remaja termuda di Indonesia dan Asia Tenggara pada usia 21 Tahun yang dicapai pada Januari 2012."
b. Tujuan juga harus bersifat positif dan memberdayakan bagi pembuatnya. Tidak bisa dengan menggunakan kata-kata negatif seperti tidak dan bukan. Hindari dan fokuslah pada tujuan, bukan bentuk penghindarannya.
2. BELIEVE YOUR GOALS!
Setelah menuliskan tujuan-tujuan positif dan memberdayakan, selanjutnya adalah menanamkan keyakinan sebesar-besarnya bahwa Anda memang BISA dan PASTI BISA mewujudkannya. Banyak sekali orang yang salah kaprah memahami bahwa untuk sukses hanya cukup mengetahui tujuan atau mimpinya saja. Tetap sebagus apapun mimpi Anda, kalau memang tidak yakin bisa mencapainya, maka itulah doa Anda kepada diri Anda sendiri yang dapat menghambat Anda untuk mencapai mimpi-mimpi Anda!
3. VISUALIZE YOUR DREAMS
Apalagi setelah mengatahui dan yakin bahwa Anda mampu meraih mimpi dan cita-cita? VISUALISASI! Ya, cobalah memvisualisasikan bagaimana rasanya bila mimpi-mimpi Anda tercapai dan Anda menjadi orang hebat sesuai mimpi dan cita-cita Anda. Rasakan dengan pancaran indra Anda, buat gambar sejelas mungkin dalam kondisi rileks. Lakukan ini sesaat Anda sebelum memulai aktivitas pagi atau ketika menjelang tidur untuk menambah semangat dan keyakinan positif.
Tahukah Anda bahwa seorang Roger Bannister, Tigerwoods, Steve Jobs, Bill Gates, dan orang-orang sukses lainnya selalu memiliki gambaran yang jelas akan mimpinya. Seperti Bill Gates, "Saya hanya memimpikan setiap orang memiliki sebuah komputer dan mampu mengoperasikannya dengan mudah di rumahnya." Yang saat ini kita ketahui bernama PC (Personal Computer), dan Billa Gates mewujudkannya melalui sistem operasi paling populer di dunia, Microsoft Windows.
Luangkan sejenak waktu Anda untuk memvisualisasikan mimpi ini, setiap hari untuk menanamkan ke dalam alam bawah sadar (subconcious mind).
4. SHARE YOUR DREAMS!!
Tidak perlu ragu untuk berbagi visi atau mimpi-mimpi Anda kepada orang lain, karena hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk diri kita. Pertama, kita dapat belajar dari pengalaman orang lain yang memiliki visi atau mimpi yang sama sehingga kita dapat belajar dan tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama. Kedua, memungkinkan untuk mendapatkan bantuan (apabila memang ternyata memiliki mimpi yang sama). Usaha lebih dari satu orang tentunya akan mengakselerasi dalam pencapaian mimpi. Ketiga, mengurangi potensi untuk mundur. Akan ada suatu rasa tersendiri, seperti malu dan merasa menjadi pecundang ketika kita sudah mengobarkan suatu mimpi tetapi ternyata tidak komitmen terhadap mimpi sendiri.
5. POWER OF PLANNING
Saatnya mewujudkannya dalam bentuk nyata! Mimpi yang besar, selalu diawali dengan perencanaan yang besar dan matang pula. Semakin besar sebuah mimpi, semakin besar pengorbanan yang harus dilalui, dan semakin matang pula perencanaan yang harus disusun. Mereka yang gagal dalam merencanakan, sama dengan sedang merencanakan kegagalan. Buatlah perencanaan yang matang dengan limit waktu yang jelas.
6. BE PERSISTENT!
Tidak ada orang sukses yang pernah menyatakan kesuksesannya diraih dengan tanpa pengorbanan dan diraih dengan mudah. Hukum alam pasti berlaku, barangsiapa yang memang menginginkan hal besar pasti memiliki ujian dan rintangan yang juga besar. Masalahnya apakah Anda siap untuk menunjukkan kegigihan dan tekad yang kuat dalam mengejar mimpi-mimpi Anda?
Jika pernah menderngar cerita di balik kesuksesan-kesuksesan yang ada, maka Anda tidak akan pernah mencicipi rasanya Kentucky Fried Chicken jika seorang Kolonel Sanders menyerah pada ketukan restoran yang ke-999 dalam menawarkan resep ayamnya. Juga kita tidak akan merasakan terangnya lampu pijar jika seorang Thomas Alfa Edison menyerah pada percobaannya yang ke-10.000 dalam menemukan kawat lampu tahan panas.
7. CONSISTENCY AND DISCIPLINE!
Ini adalah satu kunci penting lainnya. Tidak hanya gigih dalam berjuang, tetapi juga membutuhkan konsistensi tinggi dalam meraihnya. Konsistensi juga berdiri karena sikap disiplin yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi atau training motivasi atau renungan secara berkala untuk tetap menjaga semangat agar selalu konsisten dalam mengejar mimpi. Apabila kata Jim Rohn, pakar motivasi dunia berkata, "With every disciplined effort, there is a multiple reward."
8. FIND a MENTOR or COACH
Salah satu bagaimana pola yang paling umum dilakukan para pemenang dan orang sukses dalam mencapai kesuksesannya adalah dengan belajar dari pengalaman dan kesuksesan orang lain sebelumnya. Memiliki mentor atau pelatih yang sangat ahli di bidang atau sesuai dengan jalan menuju cita-cita Anda sangat membantu untuk mengakselerasi dan menjadi 'jalan pintas' untuk mencapai mimpi-mimpi Anda.
9. CELEBRATE!!
Rayakan kemenangan Anda! Ya, mencapai mimpi tidak harus selalu dengan hal-hal yang serius dan membuat stress! Celebrate atau perayaan atas kesuksesan mencapai mimpi merupakan hal yang sangat wajar dilakukan oleh mereka yang terlebih dahulu sukses. Dengan adanya celebrate ini mampu menjadi suatu suntikan motivasi tambahan untuk Anda dalam mengakselerasi pencapaian mimpi. Lakukan apa yang Anda suka, asalkan memang mimpinya sudah tercapai. Kalau saya misalkan jika tercapai suatu visi atau mimpi baik secara individu atau tim, maka saya akan makan pizza dengan porsi besar, di mana itu merupakan kesukaan saya. Namun perhatikan batasan dan tidak perlu melakukan celebrate secara berlebihan.
10. HAVE GRATITUDE
Tetap sebesar apapun usaha yang Anda buat namun pasti ada faktor 'izin Tuhan' di sana untuk mencapainya. Maka selalu pelihara rasa bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dengan selalu meluangkan waktu untuk berdoa setiap harinya. Baik dalam kondisi senang maupun susah. Pasti Tuhan akan selalu membantu hamba-hambaNya ketika hambaNya selalu mengingat di kala senang maupun susah. Orang sukses, selalu meyakini hal ini. Semakin sukses mereka, semakin rendah hati jadinya. Karena mereka tahum tiada capaian apapun di dunia ini yang mampu menyamai semua kuasa Tuhan di alam semesta.
Semoga bermanfaat,
Salam dahsyat dan hari-hari positif!!
Arry Rahmawan Destyanto
President and Co-Founder
MotivasiKita! Online Inspiring Story
Motivation Trainer of Youth Movement and Spirit
GoodReads Trainer for Youth
Asrama PPSDMS Regional I Jakarta Putra
Jl. Lenteng Agung Raya No. 20, Srengseng Sawah
Jakarta Selatan
Siapa Sebenarnya yang Bodoh?
Siapa Sebenarnya yang Bodoh??
Oleh: Arry Rahmawan
Alkisah ada seorang pengusaha terkenal yang sedang berjalan di sebuah pasar tak jauh dari perusahaannya. Pengusaha ini memang seringkali berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya karena dia merasa yakin bahwa pasti ada hal unik yang bisa dipelajari di luar kantor. Dan sampailah dia di seorang tukang ikan.
Pengusaha ini kemudian ngobrol-ngobrol dengan asyiknya dengan tukang ikan mengenai kehidupan keduanya, mengenai pasar, dan hal lain. Sampai suatu saat tibalah seorang anak kecil yang menghampiri tukang ikan. Lantas tukang ikan tersebut berkata, "Ini adalah Toto, dia anak terbodoh yang pernah saya temui.
Pengusaha mejawab, "apakah demikian? Kenapa Bapak berkata seperti itu?"
Kemudian tukang ikan menunjukkan pada pengusaha tersebut. Si tukang ikan menyodorkan dua buah ikan, satu ukuran sedang, dan satu lagi ukuran besar. Kemduaian si Toto mengambil ikan dengan ukuran sedang lantas kabur.
Tukang Ikan: "Begitu lah, Pak! Dia selalu saja memilih ikan yang sedang. Terlihat betapa tololnya anak itu."
Pengusaha: "Sudah berapa kali Bapak memberikan ikan kepada Toto?"
Tukang Ikan: "Hampir setiap ada pelanggan datang, pasti saya tunjukkan hal demikian."
Pengusaha: "Pak, yakinlah bahwa Toto adalah anak yang sangat cerdas dan tidak seperti yang Bapak kira."
Pengusaha tersebut kemudian membayar satu buah ikan yang diambil oleh Toto tadi.
Mengapa pengusaha menyatakan hal tersebut? Inilah yang dikatakan Toto ketika ditanya oleh pengusaha, "Saya sengaja mengambil ikan sedang supaya saya bisa mendapatkan ikan segar setiap hari. Kalau saya langsung mengambil yang besar, pastilah Bapak tukang ikan itu tidak akan memberi ikan kepada saya lagi."
-------------------
Cerita di atas menunjukkan kepada kita bahwa sangat tidak bijaksana ketika kita memiliki jalan pikiran yang pendek bahkan merasa diri kita lebih baik atau lebih cerdas dibandingkan dengan orang lain. Pengusahan tersebut akhirnya sangat senang karena ada sebuah pelajaran berharga yang ia dapatkan. Ketika itu sang pengusaha juga bisa mengambil kesimpulan bahwa untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang, tentunya kita harus berpikir ke depan sekalipun itu akhirnya mengorbankan kepentingan jangka pendek kita.
Salam dahsyat! Semoga bermanfaat!
Arry Rahmawan Destyanto
President and Co-Founder
MotivasiKita! Online Inspiring Story
Motivation Trainer of Youth Movement and Spirit
GoodReads Trainer for Youth
Asrama PPSDMS Regional I Jakarta Putra
Jl. Lenteng Agung Raya No. 20, Srengseng Sawah
Jakarta Selatan
Pemimpin Yang Berprinsip
Pemimpin Yang Memiliki PRINSIP
Oleh: Mohamad Yunus
Dalam situasi bisnis saat ini tampaknya mudah sekali orang membenarkan cara-cara kasar demi tujuan baik. Bagi mereka, "bisnis adalah bisnis", sedangkan "etika dan prinsip terkadang harus mengalah pada keuntungan". Selain itu, banyak juga kita lihat para pelaku dan pemimpin bisnis yang tampak berhasil menumpuk kekayaan, namun di belakang kehidupan mereka tampak kacau dan mengenaskan. Padahal bila kita tinjau, hampir setiap minggu muncul teori manajemen baru, namun tampaknya sedikit sekali yang meninggalkan hasil yang diharapkan. Mengapa demikian?
Menurut Stephen R. Covey, penulis buku terkenal, "Seven Habits of Highly Effective People", dalam bukunya yang lain "Principle Centered Leadership", hal ini disebabkan mereka tidak lagi berpegang pada prinsip dasar yang berlaku di alam ini. Padahal hukum alam, berdasarkan pada prinsip, berlaku tanpa peduli apakah kita menyadarinya atau tidak. Oleh karena itu semestinya
kita meletakkan prinsip-prinsip ini di pusat kehidupan, hubungan, kontrak-kontrak manajemen dan seluruh organisasi bisnis anda.
Stephen Covey percaya bahwa kesuksesan kita, baik pribadi maupun organisasi, tidak dapat diraih begitu saja. Kesuksesan harus datang dari "dalam diri" dengan berdasarkan pada apa yang kita pahami dan yakini untuk menjadi prinsip yang tak tergoyahkan. Dengan demikian kepemimpinan yang berprinsip memusatkan kehidupan dan kepemimpinan kita pada prinsip-prinsip utama yang benar.
Artikel ini tidak membahas apa itu prinsip menurut Covey, namun meringkas ciri-ciri pemimpin yang berprinsip. Ciri-ciri dari pemimpin yang mendasarkan tindakannya pada prinsip. Dengan demikian setidaknya kita bisa mengenal bagaimana kepemimpinan yang berpusat pada prinsip itu. Ada delapan ciri-ciri pemimpin yang berprinsip.
1. Pemimpin yang terus belajar
Pemimpin yang berprinsip menganggap hidupnya sebagai proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan lingkaran pengetahuan mereka. Di saat yang sama, mereka juga menyadari betapa lingkaran ketidaktahuan mereka juga membesar. Mereka terus belajar dari pengalaman. Mereka tidak segan mengikuti pelatihan, mendengarkan orang lain, bertanya, ingin tahu, meningkatkan ketrampilan dan minat baru.
2. Pemimpin yang berorientasi pada pelayanan
Pemimpin yang berprinsip melihat kehidupan ini sebagai misi, bukan karier. Ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan melayani orang lain. Inti kepemimpinan yang berprinsip adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain. Pemimpin yang tak mau memikul beban orang lain akan menemui kegagalan. Tak cukup hanya memiliki kemampuan intelektual, pemimpin harus mau menerima tanggung jawab moral, pelayanan, dan sumbangsih.
3. Pemimpin yang memancarkan energi positif
Secara fisik, pemimpin yang berprinsip memiliki air muka yang menyenangkan dan bahagia. Mereka optimis, positif, bergairah, antusias, penuh harap, dan mempercayai. Mereka memancarkan energi positif yang akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Dengan energi itu mereka selalu tampil sebagai juru damai, penengah, untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.
4. Pemimpin yang mempercayai orang lain.
Pemimpin yang berprinsip mempercayai orang lain. Mereka yakin orang lain mempunyai potensi yang tak tampak. Namun tidak bereaksi secara berlebihan terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi. Mereka tidak merasa hebat saat menemukan kelemahan orang lain. Ini membuat mereka tidak menjadi naif.
5. Pemimpin yang hidup seimbang
Pemimpin yang berprinsip bukan ekstrimis. Mereka tidak menerima atau menolak sama sekali. Meraka sadar dan penuh pertimbangan dalam tindakannya. Ini membuat diri mereka seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, dan bijak.Sebagai gambaran, mereka tidak gila kerja, tidak fanatik, tidak menjadi budak rencana-rencana. Dengan demikian mereka jujur pada diri
sendiri, mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai hal yang sejalan berdampingan dengan kegagalan.
6. Pemimpin yang melihat hidup sebagai sebuah petualangan
Pemimpin yang berprinsip menikmati hidup. Mereka melihat hidup ini selalu sebagai sesuatu yang baru. Mereka siap menghadapinya karena rasa aman mereka datang dari dalam diri, bukan luar. Mereka menjadi penuh kehendak, inisiatif, kreatif, berani, dinamis, dan cerdik. Karena berpegang pada prinsip, mereka tidak mudah dipengaruhi namun fleksibel dalam menghadapi hampir semua hal. Mereka benar-benar menjalani kehidupan yang berkelimpahan.
7. Pempimpin yang sinergistik
Pemimpin yang berprinsip itu sinergistik. Mereka adalah katalis perubahan. Setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena itu, mereka selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif. Dalam bekerja mereka menawarkan pemecahan sinergistik, pemecahan yang memperbaiki dan memperkaya hasil, bukan sekedar kompromi dimana masing-masing pihak hanya memberi dan menerima sedikit.
8. Pemimpin yang berlatih untuk memperbarui diri.
Pemimpin yang berprinsip secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia: fisik, mental, emosi, dan spiritual. Mereka selalu memperbarui diri secara bertahap. Dan ini membuat diri dan karakter mereka kuat, sehat dengan keinginan untuk melayani yang sangat kuat pula.
(di summary dari Buku Principle Centered Leadership karangan Stephen R. Covey)
Semoga bermanfaat!
Have a positive day!
Salam Inspirasi,
Mohamad Yunus, CPHR, CHT, MNLP
“Sambil me-wujudkan SInergi, kita asah gergaji”
Berubah? Siapa Takut?!
BERUBAH, SIAPA TAKUT?
Oleh: Arry Rahmawan D dan Muhammad Yunus
See change as an opportunity, not a threat! Itulah kata Jack Welch, CEO General Electric yang baru pensiun beberapa tahun lalu dan hingga kini dinilai sebagai CEO paling piawai di dunia. Jack membawa General Electric dari perusahaan yang sehat menjadi perusahaan yang luar biasa. Bagi Jack, perubahan adalah bagian dari hidup. Ia menyukai perubahan, dan dikatakannya bahwa perubahan ada dalam ‘darah’ para karyawannya. Sikap Jack menghadapi perubahan dengan menganggapnya sebagai peluang dan bukan sebagai ancaman, telah menjadi salah satu unsur utama keberhasilan GE.
Kebanyakan orang tidak menyukai perubahan. Kebanyakan orang lebih suka kemapanan, keadaan status quo yang stabil. Mengapa? Karena kemapanan membawa rasa aman. Dan rasa aman pasti lebih nyaman daripada tidak aman. Perubahan, sebaliknya, membawa rasa tidak nyaman karena berubah berarti harus menyesuaikan diri dengan situasi baru yang belum tentu sama nyamannya. Lagi pula,
konsekuensi dari perubahan tidak selalu bisa diketahui. Jangan-jangan perubahan justeru mencelakakan. Orang enggan berubah karena perubahan seringkali diliputi ketidakpastian. Dan ketidakpastian menimbulkan ketakutan.
Tapi apakah benar, kita dapat mencegah perubahan? Kenyataannya, perubahan ada di mana-mana. Sampai-sampai dikatakan bahwa tidak ada yang tidak berubah di dunia ini selain perubahan itu sendiri. Indonesia sejak 1998 diguncang angin perubahan yang bukan main besarnya. Belum lagi kita bangkit benar, muncul terorisme yang mengguncang dunia, termasuk bom Bali. Perubahan di lingkungan kita sendiri pasti juga banyak perubahan: mungkin tetangga yang baik tiba-tiba pindah ke kota lain dan digantikan oleh tetangga yang tidak ramah, pesaing baru yang mengintai gerak gerik kita, nenek kesayangan meninggal dunia, anak kita yang tiba-tiba sudah menginjak usia sekolah (serasa baru kemarin belajar jalan….!). Silahkan menyusun deretan perubahan yang terus menerus terjadi. Jadi, kalau kenyataan hidup adalah seperti itu, lalu mengapa tidak kita rangkul saja perubahan itu? Kita antisipasi, kita persiapkan diri menghadapinya, kita anggap sebagai peluang untuk tetap bertahan atau bahkan menjadi semakin baik. Hidup itu bak bermain selancar: ombak selalu datang bergulung, dan kita akan bisa tetap bertahan di atas ombak hanya kalau kita mempersiapkan diri menyongsong datangnya ombak pada saat kita sedang menaklukkan ombak yang telah menggulung sebelumnya. Kalau terlambat memperhitungkan datangnya gelombang, maka kita akan terjungkal.
Perubahan dalam lingkungan dunia bisnis, juga datang begitu cepat, dan jauh lebih cepat daripada respons para pebisnisnya. Dan kalau respons perusahaan datang lebih lambat daripada terjadinya perubahan, maka tanda-tanda akhir perusahaan sudah mendekat. Demikian ujar Jack Welch.
Bagaimana sikap orang menghadapi perubahan? Ada tiga tipe orang : Conserver (kaum konservatif yang ingin bertahan),Pragmatis (yang mau berubah asalkan ada untungnya) dan para Originator (mereka yang menginginkan perubahan yang cepat dan radikal). Kaum
Originator adalah ’Agents of Change’, mereka yang menyukai perubahan dan melihat adanya tantangan untuk maju dalam tiap perubahan. Mereka mempelopori pembaruan, penyempurnaan, ide-ide baru. Dunia ini menjadi demikian majunya karena ada kaum Originator, seperti : Galileo, Copernicus, Charles Darwin, Henry Ford, Bill Gates, dll. Di ekstrim yang lain, kaum Conserver akan mempertahankan status quo mati-matian. Mereka mengkritisi tiap usulan ide baru.
Mereka memberontak, mengintrik, menyebar gosip, bahkan mungkin sampai melakukan sabotase, agar perubahan tidak terjadi. Mereka merusak kebahagiaan hidup mereka sendiri dengan memfokuskan perhatiannya kepada ketidak-nyamanan yang muncul akibat perubahan, sehingga terbutakan oleh kenikmatan yang ada setelah perubahan diterapkan. Dan pada akhirnya mereka akan lelah karena
ternyata perubahan tidak beringsut. Bagi para Conserver, 4 tahapan menghadapi perubahan akan mereka alami: Tahap pertama : Shock, terkejut. ’Ini tidak mungkin terjadi’, katanya dalam hati. Kehidupannya terancam. Mereka merasa tidak aman. Tahap Kedua : Bertahan, Defensif. Mereka marah karena apa yang terjadi atas mereka. Mereka berusaha bertahan pada masa lalu sambil menangisi hidupnya yang berubah. Mereka berontak. Mereka menolak untuk berubah karena resiko yang tidak berani mereka ambil.
Tahap Ketiga :
Pengakuan. Mereka berduka akan perubahan yang terjadi dan masa lalu yang harus mereka tinggalkan, namun menyadari bahwa inilah kenyataan. Mereka mulai menimbang pro dan kontra dari situasi baru. Tiap resiko yang ternyata menguntungkan, akan membangun percaya diri untuk menghadapi perubahan. Tahap Keempat : Penerimaan dan penyesuaian diri. Pada akhirnya mereka menerima perubahan sebagai bagian dari kehidupannya, dengan pengakuan bahwa perubahan itu adalah demi kebaikan jua. Kadang kaum Conserver yang gigih, akan menjadi pejuang perubahan yang gigih pula, pada akhirnya.
Pertanyaannya kini: apakah kita ingin menjadi bagian dari kaum Conserver, yang menderita dan merusak kehidupannya menentang perubahan, dan pada akhirnya toh akan menerima perubahan, atau kita menjadi Agent of Change, berdiri di garda depan perubahan, menjadi pelopor kemajuan lingkungan dan dunia kita dengan keberanian mengambil resiko dengan antusiasme?
Ungkapan seputar Perubahan:
· The foolish cling to what they have and fear change; their lives are going nowhere.
The clever learn to accept uncertainty and ride through changes, capable of starting a new any where.
The wise realize the value of uncertainty, accepting all changes without changing; for them, having is the same as not having
(Si Bodoh mendekap erat apa yang ia miliki, dan mengkhawatirkan perubahan : hidup mereka tidak akan mencapai apa-apa. Si Pandai
belajar menerima ketidakpastian dan menyesuaikan diri dengan perubahan: siap untuk menjadi baru setiap saat. Si Arif menghargai nilai
ketidakpastian, menerima ketidakpastian tanpa berubah : Baginya, memiliki sama saja dengan tidak memiliki) –Charles Akara
· Saat Anda menolak untuk berubah, riwayat Anda sudah tamat – Bruce Barton
· Seperlima dari semua orang selalu menentang segala sesuatu – Robert Kennedy
· Doa seorang bijak : ‘Tuhan, berikan saya kemampuan untuk mengubah apa yang dapat saya ubah, kepasrahan untuk menerima
apa yang tidak dapat saya ubah, dan kearifan untuk dapat membedakan antara keduanya’
------------------------------------------------------------------------------------------------
Sungguh suatu hal yang sulit apabila kita sudah berada dalam suatu sistem yang nyaman (comfort zone) untuk melakukan perubahan. Yang harus Anda tahu bahwa bisa jadi comfort zone yang Anda rasakan akan membunuh diri Anda sendiri dengan menunda kesuksesan lebih besar yang bisa Anda dapatkan. Tentunya dengan pemaparan di atas, hal tersebut menjadi sangat jelas.
Di dunia yang saat ini serba berputar dengan cepat, informasi yang sangat deras, pola adaptasi terhadap perubahan merupakan suatu skill yang sangat mendasar untuk bisa survive. Bahkan, Jack Welch juga menyatakan inti dari survive nya perusahaa dalam bisnis, atau SDM adalah bagaimana dapat terus berinovasi agar bisa mencapai kesuksesan tertingginya. Jadi, intinya modal yang terpenting adalah inovasi.
Tinggal bagaimana kita ingin menjadi seseorang. We become what we think about. Kita bisa memilih ingin menjadi seorang quitter, camper, atau climber. Seorang quitter yang keluar dari kehidupan ini. Pasrah dan menyerah atas kegagalan menimpa. Menjadi seorang camper yang tetap diam di tempat yang ada sekarang karena sudah merasa nyaman, atau menjadi seorang climber yang terus menerus mencapai yang terbaik karena yakin bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi.
Ini bukanlah suatu pengajaran dan provokasi untuk tidak mensyukuri nikmat Tuhan, sama sekali TIDAK. Tetapi apakah dengan kehidupan yang sekarang kita jalani sudah menunjukkan bahwa kita mensyukuri nikmat Tuhan? Apakah kita yakin bahwa kondisi kita yang sekarang adalah kondisi di mana kita ditakdirkan mencapai posisi tertinggi? Tuhan memuliakan kita semua dengan menjadikan kita pemimpin di dunia ini untuk terus bisa berkontribusi sebagai perpanjangan tanganNya menyebarkan kebaikan di dunia. Bila kita takut berubah ke arah lebih baik, bukankah justru kita malah tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang telah menciptakan kita dengan sebaik-baik rupa dan sebaik-baik bentuk?
Have a positive day! Salam Inspirasi!
Oleh: Arry Rahmawan D dan Muhammad Yunus
See change as an opportunity, not a threat! Itulah kata Jack Welch, CEO General Electric yang baru pensiun beberapa tahun lalu dan hingga kini dinilai sebagai CEO paling piawai di dunia. Jack membawa General Electric dari perusahaan yang sehat menjadi perusahaan yang luar biasa. Bagi Jack, perubahan adalah bagian dari hidup. Ia menyukai perubahan, dan dikatakannya bahwa perubahan ada dalam ‘darah’ para karyawannya. Sikap Jack menghadapi perubahan dengan menganggapnya sebagai peluang dan bukan sebagai ancaman, telah menjadi salah satu unsur utama keberhasilan GE.
Kebanyakan orang tidak menyukai perubahan. Kebanyakan orang lebih suka kemapanan, keadaan status quo yang stabil. Mengapa? Karena kemapanan membawa rasa aman. Dan rasa aman pasti lebih nyaman daripada tidak aman. Perubahan, sebaliknya, membawa rasa tidak nyaman karena berubah berarti harus menyesuaikan diri dengan situasi baru yang belum tentu sama nyamannya. Lagi pula,
konsekuensi dari perubahan tidak selalu bisa diketahui. Jangan-jangan perubahan justeru mencelakakan. Orang enggan berubah karena perubahan seringkali diliputi ketidakpastian. Dan ketidakpastian menimbulkan ketakutan.
Tapi apakah benar, kita dapat mencegah perubahan? Kenyataannya, perubahan ada di mana-mana. Sampai-sampai dikatakan bahwa tidak ada yang tidak berubah di dunia ini selain perubahan itu sendiri. Indonesia sejak 1998 diguncang angin perubahan yang bukan main besarnya. Belum lagi kita bangkit benar, muncul terorisme yang mengguncang dunia, termasuk bom Bali. Perubahan di lingkungan kita sendiri pasti juga banyak perubahan: mungkin tetangga yang baik tiba-tiba pindah ke kota lain dan digantikan oleh tetangga yang tidak ramah, pesaing baru yang mengintai gerak gerik kita, nenek kesayangan meninggal dunia, anak kita yang tiba-tiba sudah menginjak usia sekolah (serasa baru kemarin belajar jalan….!). Silahkan menyusun deretan perubahan yang terus menerus terjadi. Jadi, kalau kenyataan hidup adalah seperti itu, lalu mengapa tidak kita rangkul saja perubahan itu? Kita antisipasi, kita persiapkan diri menghadapinya, kita anggap sebagai peluang untuk tetap bertahan atau bahkan menjadi semakin baik. Hidup itu bak bermain selancar: ombak selalu datang bergulung, dan kita akan bisa tetap bertahan di atas ombak hanya kalau kita mempersiapkan diri menyongsong datangnya ombak pada saat kita sedang menaklukkan ombak yang telah menggulung sebelumnya. Kalau terlambat memperhitungkan datangnya gelombang, maka kita akan terjungkal.
Perubahan dalam lingkungan dunia bisnis, juga datang begitu cepat, dan jauh lebih cepat daripada respons para pebisnisnya. Dan kalau respons perusahaan datang lebih lambat daripada terjadinya perubahan, maka tanda-tanda akhir perusahaan sudah mendekat. Demikian ujar Jack Welch.
Bagaimana sikap orang menghadapi perubahan? Ada tiga tipe orang : Conserver (kaum konservatif yang ingin bertahan),Pragmatis (yang mau berubah asalkan ada untungnya) dan para Originator (mereka yang menginginkan perubahan yang cepat dan radikal). Kaum
Originator adalah ’Agents of Change’, mereka yang menyukai perubahan dan melihat adanya tantangan untuk maju dalam tiap perubahan. Mereka mempelopori pembaruan, penyempurnaan, ide-ide baru. Dunia ini menjadi demikian majunya karena ada kaum Originator, seperti : Galileo, Copernicus, Charles Darwin, Henry Ford, Bill Gates, dll. Di ekstrim yang lain, kaum Conserver akan mempertahankan status quo mati-matian. Mereka mengkritisi tiap usulan ide baru.
Mereka memberontak, mengintrik, menyebar gosip, bahkan mungkin sampai melakukan sabotase, agar perubahan tidak terjadi. Mereka merusak kebahagiaan hidup mereka sendiri dengan memfokuskan perhatiannya kepada ketidak-nyamanan yang muncul akibat perubahan, sehingga terbutakan oleh kenikmatan yang ada setelah perubahan diterapkan. Dan pada akhirnya mereka akan lelah karena
ternyata perubahan tidak beringsut. Bagi para Conserver, 4 tahapan menghadapi perubahan akan mereka alami: Tahap pertama : Shock, terkejut. ’Ini tidak mungkin terjadi’, katanya dalam hati. Kehidupannya terancam. Mereka merasa tidak aman. Tahap Kedua : Bertahan, Defensif. Mereka marah karena apa yang terjadi atas mereka. Mereka berusaha bertahan pada masa lalu sambil menangisi hidupnya yang berubah. Mereka berontak. Mereka menolak untuk berubah karena resiko yang tidak berani mereka ambil.
Tahap Ketiga :
Pengakuan. Mereka berduka akan perubahan yang terjadi dan masa lalu yang harus mereka tinggalkan, namun menyadari bahwa inilah kenyataan. Mereka mulai menimbang pro dan kontra dari situasi baru. Tiap resiko yang ternyata menguntungkan, akan membangun percaya diri untuk menghadapi perubahan. Tahap Keempat : Penerimaan dan penyesuaian diri. Pada akhirnya mereka menerima perubahan sebagai bagian dari kehidupannya, dengan pengakuan bahwa perubahan itu adalah demi kebaikan jua. Kadang kaum Conserver yang gigih, akan menjadi pejuang perubahan yang gigih pula, pada akhirnya.
Pertanyaannya kini: apakah kita ingin menjadi bagian dari kaum Conserver, yang menderita dan merusak kehidupannya menentang perubahan, dan pada akhirnya toh akan menerima perubahan, atau kita menjadi Agent of Change, berdiri di garda depan perubahan, menjadi pelopor kemajuan lingkungan dan dunia kita dengan keberanian mengambil resiko dengan antusiasme?
Ungkapan seputar Perubahan:
· The foolish cling to what they have and fear change; their lives are going nowhere.
The clever learn to accept uncertainty and ride through changes, capable of starting a new any where.
The wise realize the value of uncertainty, accepting all changes without changing; for them, having is the same as not having
(Si Bodoh mendekap erat apa yang ia miliki, dan mengkhawatirkan perubahan : hidup mereka tidak akan mencapai apa-apa. Si Pandai
belajar menerima ketidakpastian dan menyesuaikan diri dengan perubahan: siap untuk menjadi baru setiap saat. Si Arif menghargai nilai
ketidakpastian, menerima ketidakpastian tanpa berubah : Baginya, memiliki sama saja dengan tidak memiliki) –Charles Akara
· Saat Anda menolak untuk berubah, riwayat Anda sudah tamat – Bruce Barton
· Seperlima dari semua orang selalu menentang segala sesuatu – Robert Kennedy
· Doa seorang bijak : ‘Tuhan, berikan saya kemampuan untuk mengubah apa yang dapat saya ubah, kepasrahan untuk menerima
apa yang tidak dapat saya ubah, dan kearifan untuk dapat membedakan antara keduanya’
------------------------------------------------------------------------------------------------
Sungguh suatu hal yang sulit apabila kita sudah berada dalam suatu sistem yang nyaman (comfort zone) untuk melakukan perubahan. Yang harus Anda tahu bahwa bisa jadi comfort zone yang Anda rasakan akan membunuh diri Anda sendiri dengan menunda kesuksesan lebih besar yang bisa Anda dapatkan. Tentunya dengan pemaparan di atas, hal tersebut menjadi sangat jelas.
Di dunia yang saat ini serba berputar dengan cepat, informasi yang sangat deras, pola adaptasi terhadap perubahan merupakan suatu skill yang sangat mendasar untuk bisa survive. Bahkan, Jack Welch juga menyatakan inti dari survive nya perusahaa dalam bisnis, atau SDM adalah bagaimana dapat terus berinovasi agar bisa mencapai kesuksesan tertingginya. Jadi, intinya modal yang terpenting adalah inovasi.
Tinggal bagaimana kita ingin menjadi seseorang. We become what we think about. Kita bisa memilih ingin menjadi seorang quitter, camper, atau climber. Seorang quitter yang keluar dari kehidupan ini. Pasrah dan menyerah atas kegagalan menimpa. Menjadi seorang camper yang tetap diam di tempat yang ada sekarang karena sudah merasa nyaman, atau menjadi seorang climber yang terus menerus mencapai yang terbaik karena yakin bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi.
Ini bukanlah suatu pengajaran dan provokasi untuk tidak mensyukuri nikmat Tuhan, sama sekali TIDAK. Tetapi apakah dengan kehidupan yang sekarang kita jalani sudah menunjukkan bahwa kita mensyukuri nikmat Tuhan? Apakah kita yakin bahwa kondisi kita yang sekarang adalah kondisi di mana kita ditakdirkan mencapai posisi tertinggi? Tuhan memuliakan kita semua dengan menjadikan kita pemimpin di dunia ini untuk terus bisa berkontribusi sebagai perpanjangan tanganNya menyebarkan kebaikan di dunia. Bila kita takut berubah ke arah lebih baik, bukankah justru kita malah tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang telah menciptakan kita dengan sebaik-baik rupa dan sebaik-baik bentuk?
Have a positive day! Salam Inspirasi!
Cinta Tanpa Syarat
MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT
Oleh: Arry Rahmawan dan Muhammad Yunus
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam,pak Yusuf 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 9 orang anak disinilah awal cobaan menerpa,setelah istrinya melahirkan anak ke sembilan tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan da menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak yusuf memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak Yusuf tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg
dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak Yusuf sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan pak Yusuf lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke sembilan buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak yusuf berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak Yusuf memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya
berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Bapak, kami ingin sekali merawat Ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir
bapak.........bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" .
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "Sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baiknya secara bergantian".
Pak yusuf menjawab hal yg sama sekali tidak diduga oleh anak2 mereka."Anak2ku ......... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi...... Tetapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat,..., Kalian, yg selalu kurindukan dapat hadir didunia ini dengan penuh cinta dan tidak satupun dapat menggantinya dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit." Sejenak meledaklah tangis anak2 pak Yusuf merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu Yusuf.. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..
Di saat itulah pak Yusuf bercerita: “Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian dan penghiburan, maka adalah kesia-siaan belaka atas kehidupan yang dijalaninya.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan mata hati dan bathinnya dan dia memberi saya 9 orang anak yg lucu2.. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama..dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Seandainya dia sehatpun, belum tentu saya mencari penggantinya apalagi saat dia sakit seperti saat ini. Keberadaan seseorang yang mengasihi dan mencintainya sangat lah diperlukannya…." Karena memang cinta tidak berjalan beriringan bersama dengan kata syarat...
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sungguh suatu cerita yang sangat menggetarkan hati dan dapat menjadi pelajaran untuk kita semua apakah kita bisa mencintai seseorang dengan tanpa syarat? Cinta, seperti uraian di atas adalah suatu ungkapan rasa ingin memberikan yang terbaik -- tanpa syarat! Maka kalau kita bicara dalam konteks cinta saat ini, yang sudah mulai bergeser hanya karena mementingkan hawa nafsu, kita tidak dapat lagi melihat arti dari kesucian cinta.
Lihatlah kerabat di sekitar kita. Orang tua kita. Bayangkan bagaimana orang tua memberikan cinta secara penuh tanpa syarat dengan berbagai macam pengorbanan. Seorang ibu yang 9 bulan mengandung dengan sangat susah payah, kemudian mengurus hingga sampai kita semua dewasa dan menghidupi diri sendiri. Demikian pula dengan pengorbanan seorang ayah yang senantiasa rela memberikan harta, keringat, tenaga, kebijaksanaan, untuk kita -- anak-anaknya.
Hiduplah dengan filosofi bagaimana membalas jasa dan kebaikan cinta orang-orang di sekitar kita. Jika ingin berlaku adil, maka sesungguhnya kita hidup dengan banyak sekali hasil pengorbanan orang-orang di sekeliling kita. Orang tua, kerabat, alam, petani, tukang jahit, teman, persahabatan, yang tanpa mereka semua belum tentu kita bisa menjadi seperti saat ini.
Namun, sudahkah kita membalas dengan memberikan yang terbaik dalam hidup kita?
Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang senantiasa mencintai dan memaknai cinta dengan sebenarnya untuk memberikan yang terbaik dengan hati yang tulus, ikhlas, dan hanya mengharapkan balasanMu.. :)
Oleh: Arry Rahmawan dan Muhammad Yunus
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam,pak Yusuf 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 9 orang anak disinilah awal cobaan menerpa,setelah istrinya melahirkan anak ke sembilan tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan da menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak yusuf memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak Yusuf tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg
dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak Yusuf sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan pak Yusuf lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke sembilan buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak yusuf berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak Yusuf memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya
berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Bapak, kami ingin sekali merawat Ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir
bapak.........bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" .
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "Sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baiknya secara bergantian".
Pak yusuf menjawab hal yg sama sekali tidak diduga oleh anak2 mereka."Anak2ku ......... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi...... Tetapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat,..., Kalian, yg selalu kurindukan dapat hadir didunia ini dengan penuh cinta dan tidak satupun dapat menggantinya dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit." Sejenak meledaklah tangis anak2 pak Yusuf merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu Yusuf.. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..
Di saat itulah pak Yusuf bercerita: “Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian dan penghiburan, maka adalah kesia-siaan belaka atas kehidupan yang dijalaninya.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan mata hati dan bathinnya dan dia memberi saya 9 orang anak yg lucu2.. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama..dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Seandainya dia sehatpun, belum tentu saya mencari penggantinya apalagi saat dia sakit seperti saat ini. Keberadaan seseorang yang mengasihi dan mencintainya sangat lah diperlukannya…." Karena memang cinta tidak berjalan beriringan bersama dengan kata syarat...
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sungguh suatu cerita yang sangat menggetarkan hati dan dapat menjadi pelajaran untuk kita semua apakah kita bisa mencintai seseorang dengan tanpa syarat? Cinta, seperti uraian di atas adalah suatu ungkapan rasa ingin memberikan yang terbaik -- tanpa syarat! Maka kalau kita bicara dalam konteks cinta saat ini, yang sudah mulai bergeser hanya karena mementingkan hawa nafsu, kita tidak dapat lagi melihat arti dari kesucian cinta.
Lihatlah kerabat di sekitar kita. Orang tua kita. Bayangkan bagaimana orang tua memberikan cinta secara penuh tanpa syarat dengan berbagai macam pengorbanan. Seorang ibu yang 9 bulan mengandung dengan sangat susah payah, kemudian mengurus hingga sampai kita semua dewasa dan menghidupi diri sendiri. Demikian pula dengan pengorbanan seorang ayah yang senantiasa rela memberikan harta, keringat, tenaga, kebijaksanaan, untuk kita -- anak-anaknya.
Hiduplah dengan filosofi bagaimana membalas jasa dan kebaikan cinta orang-orang di sekitar kita. Jika ingin berlaku adil, maka sesungguhnya kita hidup dengan banyak sekali hasil pengorbanan orang-orang di sekeliling kita. Orang tua, kerabat, alam, petani, tukang jahit, teman, persahabatan, yang tanpa mereka semua belum tentu kita bisa menjadi seperti saat ini.
Namun, sudahkah kita membalas dengan memberikan yang terbaik dalam hidup kita?
Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang senantiasa mencintai dan memaknai cinta dengan sebenarnya untuk memberikan yang terbaik dengan hati yang tulus, ikhlas, dan hanya mengharapkan balasanMu.. :)
3 Tips Jitu Menangkal Kemalasan
3 Tips Jitu Menangkal Kemalasan
Oleh: Arry Rahmawan Destyanto
Seringkali kita sebagai manusia mengalami masa-masa titik jenuh dalam kehidupan, bukan? Ketika kita sedang semangat sekali, rasanya semua pekerjaan yang terlihat mustahil pun bisa dikerjakan. Tetapi ketika malas datang mendera, pekerjaan yang seharusnya mudah malah menjadi sulit dilaksanakan
Nah, berikut ini ada 3 cara bagaimana kita menangkal kemalasan,
1. Membuat to-do list dari pekerjaan kita.
Percaya atau tidak, membuat apa yang harus kita kerjakan, atau to-do list dapat bertindak sebagai driver apa yang harus kita kerjakan. Terkadang orang merasa malas ketika sudah tidak mengetahui hal apa lagi yang harus dikerjakannya. Membuat to-do list dengan daftar prioritas akan sangat membantu untuk mengusir kemalasan.
2. Melakukan Renungan atau Istirahat Sejenak
Bagaimana bila memang rasa malas itu bukan karena kita tidak tahu tentang apa yang harus kita kerjakan? Berarti Anda membutuhkan liburan. Yap, ambil sedikit waktu Anda untuk melakukan renungan, kontemplasi jiwa, bermain sejenak, atau hal yang Anda sukai. Saya sendiri biasanya suka mempush diri saya untuk melaksanakan semua tugas dengan reward boleh bermain games online point blank selama satu jam. Hehe… Itu kadang-kadang kok, hanya selingan…. :)
3. Aksi Sekarang Juga!!
Sudah ada perencanaan, dan sudah beristirahat saatnya untuk beraksi. Yang terakhir ini adalah pilihan! Waktu terus berputar, berjalan, dan terbuang. Sampai kapan kita akan berhenti pada titik yang sekarang sementara banyak orang lain yang terus memacu langkah bahkan berlari! Satu buah aksi nyata akan sangat lebih berguna ketimbang seribu kata dan gagasan yang tidak terlaksana. Maka cari apa yang bisa dikerjakan, kumpulkan motivasi yang kuat, dan do it!!
Arry Rahmawan Destyanto
President and Co-Founder
MotivasiKita! Online Inspiring Story
Motivation Trainer of Youth Movement and Spirit
GoodReads Trainer for Youth
Asrama PPSDMS Regional I Jakarta Putra
Jl. Lenteng Agung Raya No. 20, Srengseng Sawah
Jakarta Selatan
www.getspirit.blogspot.com
www.arry-rahmawan.co.cc
Oleh: Arry Rahmawan Destyanto
Seringkali kita sebagai manusia mengalami masa-masa titik jenuh dalam kehidupan, bukan? Ketika kita sedang semangat sekali, rasanya semua pekerjaan yang terlihat mustahil pun bisa dikerjakan. Tetapi ketika malas datang mendera, pekerjaan yang seharusnya mudah malah menjadi sulit dilaksanakan
Nah, berikut ini ada 3 cara bagaimana kita menangkal kemalasan,
1. Membuat to-do list dari pekerjaan kita.
Percaya atau tidak, membuat apa yang harus kita kerjakan, atau to-do list dapat bertindak sebagai driver apa yang harus kita kerjakan. Terkadang orang merasa malas ketika sudah tidak mengetahui hal apa lagi yang harus dikerjakannya. Membuat to-do list dengan daftar prioritas akan sangat membantu untuk mengusir kemalasan.
2. Melakukan Renungan atau Istirahat Sejenak
Bagaimana bila memang rasa malas itu bukan karena kita tidak tahu tentang apa yang harus kita kerjakan? Berarti Anda membutuhkan liburan. Yap, ambil sedikit waktu Anda untuk melakukan renungan, kontemplasi jiwa, bermain sejenak, atau hal yang Anda sukai. Saya sendiri biasanya suka mempush diri saya untuk melaksanakan semua tugas dengan reward boleh bermain games online point blank selama satu jam. Hehe… Itu kadang-kadang kok, hanya selingan…. :)
3. Aksi Sekarang Juga!!
Sudah ada perencanaan, dan sudah beristirahat saatnya untuk beraksi. Yang terakhir ini adalah pilihan! Waktu terus berputar, berjalan, dan terbuang. Sampai kapan kita akan berhenti pada titik yang sekarang sementara banyak orang lain yang terus memacu langkah bahkan berlari! Satu buah aksi nyata akan sangat lebih berguna ketimbang seribu kata dan gagasan yang tidak terlaksana. Maka cari apa yang bisa dikerjakan, kumpulkan motivasi yang kuat, dan do it!!
Arry Rahmawan Destyanto
President and Co-Founder
MotivasiKita! Online Inspiring Story
Motivation Trainer of Youth Movement and Spirit
GoodReads Trainer for Youth
Asrama PPSDMS Regional I Jakarta Putra
Jl. Lenteng Agung Raya No. 20, Srengseng Sawah
Jakarta Selatan
www.getspirit.blogspot.com
www.arry-rahmawan.co.cc
Langganan:
Postingan (Atom)